Dalam diri kita terdapat beberapa aspek antara lain : mental, emosi, jasmani dan rohani. Masing-masing aspek mempunyai energi dengan jumlah terbatas. Jika kita tidak merencanakan untuk menggunakannya dengan baik, energi tersebut akan terbuang dengan sia-sia. Ada 5 hal yang biasa orang lakukan untuk membuang energi setiap hari :
Meringankan luka masa lalu merupakan hal yang sering kita buat tanpa kita sadari, dan hal tersebut sebenarnya membutuhkan energi yang besar. Setiap kali kita mengingat luka masa lalu, energi terbuang dengan sia sia. Pikiran kita mencegah untuk memindahkannya dari kehidupan kita, padahal memikirkannya kembali berarti membawa seluruh perasaan kembali pada kita. Luka yang dirasakan kembali yang akhirnya membuat kita sulit untuk melepaskannya.
Fokus pada impian yang tak terwujud merupakan salah satu hal yang membuang waktu dan energi. Ketika kita tetap memikirkan tentang apa yang telah terjadi dan menyalahkan yang telah terjadi saat ini dan yang tidak terjadi di masa lalu, dan membuat seolah-olah kita terperosok ke dalam kesalahan. Selama kita menempatkan pikiran dan emosi kita dengan cara seperti tersebut, kita tidak akan pernah dapat membuat rencana untuk dapat melanjutkan tujuan kita.
Kekhawatiran pada masa depan memerlukan energi yang besar pula. Selama kita selalu khawatir tentang hal-hal yang diluar kendali kita, dan tentang hal yang mungkin tidak akan terjadi. Perlu diingat bahwa kita tidak dapat mengendalikan masa depan. Kita hanya bisa mempersiapkan kemungkinan dan strategi untuk menghadapinya. Buatlah cara untuk mengendalikan rasa takut, kemudian melangkah kedepan dan hancurkan rasa takut kita serta persiapkan cara untuk mengatasi hal-hal yang mungkin tidak dapat kita hindari.
Menyalahkan orang lain atas sesuatu yang terjadi pada kita adalah hal favorit yang sering kita lakukan untuk membuang energi. Menyalahkan mungkin merupakan manuver diri kita yang sebenarnya membuat kita akan lebih buruk dari keadaan sebenarnya. Penting bagi kita untuk menerima tanggungjawab sepenuhnya akan apa yang terjadi dalam kehidupan kita saat ini, walaupun keadaan sebenarnya adalah tidak murni kesalahan kita ataupun seandainya kita memang adalah korban dari orang lain.
Menjatuhkan sendiri emosi kita adalah kebanyakan cara untuk membuang energi, dengan cara mengatai diri sendiri "saya bodoh", "saya tidak percaya bagaimana saya bisa melakukan kesalahan itu" dan banyak hal negatif lain yang kita buat sebenarnya menghindarkan kita mengambil resiko terus mengejar tujuan.
Masing-masing perilaku diatas dikonsumsi oleh mental, emosional, jasmani dan rohani kita. Yang berarti kita tidak mampu membuat langkah-langkah positif dalam hidup kita. Jika kita terus melakukannya, kita akan kehabisan waktu dan energi yang kita buang dengan sia-sia yang seharusnya kita gunakan untuk membangun mimpi dan cita-cita.
Rabu, 28 Desember 2011
Jumat, 23 Desember 2011
Beberapa hal yang dapat membuat kita berpikir positif
Berpikir positif tidak selalu mudah, terutama ketika kita menghadapi masa-masa sulit. Kesehatan yang buruk, kehilangan jabatan, masalah keluarga, merupakan hal yang banyak dihadapi dan terkadang menyulitkan kita untuk berpikir positif. Dibawah ini ada beberapa teknik yang dianjurkan yang mungkin dapat kita terapkan sehingga kita tetap dapat berpikir positif :
1.Belajar, Membaca dan mendengar setiap hari. Usahakan setiap hari selepas bangun tidur, kita membaca hal-hal yang positif, mendengarkan hal-hal yang dapat memotivasi dan mencari tantangan dan perjalanan yang baru. Banyak sumber – sumber yang menawarkan nasehat dan membantu kita untuk belajar mengembangkan pemikiran positif.
2.Optimis. Martin Seligman, seorang psikolog menyebutkan bahwa orang-orang yang berpikir lebih positif dapat mengembangkan kemampuan menghentikan pemikiran negative. Jangan pernah mengatakan “tidak ada jalan keluar”, atau “sialnya aku”. Karena orang-orang yang berpikir positif selalu berusaha mencari jalan keluar untuk setiap permasalahan. Mereka tidak terseret pada pemikiran ke arang yang buruk. Kehidupan ibarat sebuah gelas yang berisi setengah air. Selalu ada hari-hari yang lebih baik. Kepercayaan dan harapan adalah setengah dari pertempuran dalam kehidupan.
3.Rasa syukur. Rasa syukur dapat membuka kecantikan, ketenangan dan mengembangkan pikiran. Rasa syukur juga memberikan kenyamanan dengan selalu melihat sisi baik dari semua yang kita dapatkan. Jika kita kehilangan banyak dari yang kita miliki, setidaknya kita dapat bersyukur atas apa yang masih dapat kita kenakan. Selalu ada hal yang dapat kita syukuri dan selalu aka nada seseorang yang dapat kita berikan ucapan terimakasih atas hal-hal yang mempengaruhi kehidupan kita.
4.Bertanggungjawab, dan bukan menyalahkan. Menyadari dan menerima semua hal, baik kesalahan yang telah kita perbuat, yang bahkan membuat kita terperosok di dalamnya. Kita bertanggung jawab untuk keluar dari setiap permasalahan yang ada. Permasalahan selalu ada di sekitar kita, tetapi kita akan dapat mengendalikan hidup kita lagi selama kita merasa sepenuhnya bertanggungjawab atas kehidupan kita sendiri.
5.Jangan mengikuti emosi negative yang mendatangi kita. Disaat kita dihajar oleh permasalahan, selalu tanamkan harapan dalam pikiran kita. Coba berpikir kebelakang, menganalisa apa yang salah, membuat rencana perubahan untuk melanjutkan kehidupan. Dunia mungkin tidak adi dan situasi kita mungkin seolah-olah akan seperti saat ini selamanya, tetapi setiap pengalaman akan membawa kita untuk menjadi orang yang lebih bijaksana, setiap kesulitan akan membawa kita pada kesuksesan yang lebih besar. Sesuatu hal yang sama terkadang adalah kesempatan yang tersembunyi saat kita mambu melihat kebelakang dan mempelajari kesalahan.
6.Ketekunan. Banyak orang tidak dapat meraih sukses dan kebahagiaan karena mereka menyerah setelah mencoba berkali-kali atau saat mengetahui ada permasalahan. Terkadang kita perlu mencoba dua kali, puluhan kali sebelum kita mencapai tujuan utama kita. Sukses hanyalah selangkah, atau mungkin beberapa langkah didepan kita. Jadi jangan pernah menyerah.
"dont ever give up, because we'll never know whats the future bring until we through it"
1.Belajar, Membaca dan mendengar setiap hari. Usahakan setiap hari selepas bangun tidur, kita membaca hal-hal yang positif, mendengarkan hal-hal yang dapat memotivasi dan mencari tantangan dan perjalanan yang baru. Banyak sumber – sumber yang menawarkan nasehat dan membantu kita untuk belajar mengembangkan pemikiran positif.
2.Optimis. Martin Seligman, seorang psikolog menyebutkan bahwa orang-orang yang berpikir lebih positif dapat mengembangkan kemampuan menghentikan pemikiran negative. Jangan pernah mengatakan “tidak ada jalan keluar”, atau “sialnya aku”. Karena orang-orang yang berpikir positif selalu berusaha mencari jalan keluar untuk setiap permasalahan. Mereka tidak terseret pada pemikiran ke arang yang buruk. Kehidupan ibarat sebuah gelas yang berisi setengah air. Selalu ada hari-hari yang lebih baik. Kepercayaan dan harapan adalah setengah dari pertempuran dalam kehidupan.
3.Rasa syukur. Rasa syukur dapat membuka kecantikan, ketenangan dan mengembangkan pikiran. Rasa syukur juga memberikan kenyamanan dengan selalu melihat sisi baik dari semua yang kita dapatkan. Jika kita kehilangan banyak dari yang kita miliki, setidaknya kita dapat bersyukur atas apa yang masih dapat kita kenakan. Selalu ada hal yang dapat kita syukuri dan selalu aka nada seseorang yang dapat kita berikan ucapan terimakasih atas hal-hal yang mempengaruhi kehidupan kita.
4.Bertanggungjawab, dan bukan menyalahkan. Menyadari dan menerima semua hal, baik kesalahan yang telah kita perbuat, yang bahkan membuat kita terperosok di dalamnya. Kita bertanggung jawab untuk keluar dari setiap permasalahan yang ada. Permasalahan selalu ada di sekitar kita, tetapi kita akan dapat mengendalikan hidup kita lagi selama kita merasa sepenuhnya bertanggungjawab atas kehidupan kita sendiri.
5.Jangan mengikuti emosi negative yang mendatangi kita. Disaat kita dihajar oleh permasalahan, selalu tanamkan harapan dalam pikiran kita. Coba berpikir kebelakang, menganalisa apa yang salah, membuat rencana perubahan untuk melanjutkan kehidupan. Dunia mungkin tidak adi dan situasi kita mungkin seolah-olah akan seperti saat ini selamanya, tetapi setiap pengalaman akan membawa kita untuk menjadi orang yang lebih bijaksana, setiap kesulitan akan membawa kita pada kesuksesan yang lebih besar. Sesuatu hal yang sama terkadang adalah kesempatan yang tersembunyi saat kita mambu melihat kebelakang dan mempelajari kesalahan.
6.Ketekunan. Banyak orang tidak dapat meraih sukses dan kebahagiaan karena mereka menyerah setelah mencoba berkali-kali atau saat mengetahui ada permasalahan. Terkadang kita perlu mencoba dua kali, puluhan kali sebelum kita mencapai tujuan utama kita. Sukses hanyalah selangkah, atau mungkin beberapa langkah didepan kita. Jadi jangan pernah menyerah.
"dont ever give up, because we'll never know whats the future bring until we through it"
Kamis, 22 Desember 2011
MADAGASCAR and the FUTURE of the NUSANTARIAN WORLD ( I love Indonesia suddenly)
At the dawn of the third millennium, the world seems to look for a new direction. The development of globalization is threatening the very foundation of the old empires based upon nation-state centralism. Oppositely, new alliances based on more natural affinities, especially ethnic-based affinities which had been neglected or even prohibited, are now taking place. On the one hand, it is the fear of depersonalization that ignites the rehabilitation of one's ancestral identities. On the other hand, the need to join with competent partners to face the present frontierless world requires a connection with those sharing the same fundamental interests. From now on, as distances constitute little barrier to exchanges, the prospect of new alliance can be invoked.
One immediately does realize how much this new situation can be advantageous to the Nusantarian World. Until now, direct communications between the various countries belonging to this human group, spreading throughout two oceans over thousands years, were hindered by the distances. Moreover, during the last centuries, the European colonization and its aftermath discouraged us from pursuing such unity. For each newly independent country, the consolidation of national unity was its prime concerns.
In order to better define the role and the significance of Madagascar within the future of the nusantarian world, it is necessary to begin by recounting some of the major features of that world.
The Nusantarian Motherland
Among the major ethnolinguistic groups in the world, the nusantarian family (also called "Malayo-Polynesian" or "Austronesian" by western authors) undeniably occupied the largest geographical territory prior the modern era. From east to west, this vast territory covered the area from Rapa-nui (Easter Island) to Madagascar, approximately 60% the circumference of the earth. From north to south, it included the island of Taiwan (Pekan, for the Nusantarian natives), the archipelago of Hawaii (from "Hava-iki" or "Little Java", to recollect the ancestral homeland of the Polynesian), and New Zealand (Aotearoa in Maori language). Beyond this heartland, other regions were frequented by Nusantarians navigators, including the major part of the Pacific Ocean (to South America) and the Indonesian Ocean, as far as East Africa. [1]
Today, there are approximately 300 million Nusantarians. Their communities are traditionally present in 34 officially recognized countries in Southeast Asia (including Taiwan and Hainan where the Cam Utsat people live), Oceania, and the Indonesian Ocean.
In recent years, many authors concluded that the Nusantarians originated from the present coastal area of eastern China (well before the rise of the Chinese Empire).[2] Understandably, it was by seafaring, approximately 6,000 or 7,000 years ago, that our ancestors began to slowly occupy their historical territory. In so doing, they precociously mastered an extraordinary technique of navigation. Indeed from the beginning of our era, it is known from testimonies found in Chinese texts that the Nusantarians of Southeast Asia were using ships (the Chinese *b'ak, related to the *bangkah of Melayu) capable of transporting several hundred of tons of goods and hundreds (or even a thousand) passengers.[3] That is hardly surprising if we know that in Oceania the big double canoes (waka or pahi, corresponding to bagan and to ancient bandung of Indonesia), although a lot less equipped in terms of tools, were capable of transporting together up to 500 persons.[4]
Subsequent to this common origin, the Nusantarian heritage is characterized by three affinities, namely linguistic, cultural and racial.
Throughout the Nusantarian domain, the basic vocabulary and many typologic resemblances are preserved in all languages, among which three major sub-sections can be distinguished: a) the archaic language group of Taiwan; b) those of the western nusantarian world and countries of Southeast Asia, from Madagascar to the western part of Micronesia (Marianas, Guam and Belau/Palau Islands); c) those of the oriental nusantarian part, including the whole of Polynesia and the major part of the Melanesia.[5]
The Nusantarian civilization is characterized by many common features found in their social organization, technology, beliefs and artistic expressions. Finally, from the anthropological point of view, the majority of the Nusantarians (the Melanesians excepted) are sharing the same human form, characterized by the "classic Melayu" model : in which the skull is mesocephalic or moderately brachycephalic, the brown skin color or sawo matang, the wavy hair, less or not at all slit eyes, etc.[6]
Taking account of these elements, we should re-appraise the status and the importance of Madagascar in the Nusantarian domain.
Madagascar, a part of Southeast Asian history
Within the Nusantarian World, Madagascar stands apart for many reasons. First, geographically, this island is the farthest from any other Nusantarian territory. Its closest neighbors, the islands around Sumatra, are more than 6,000 km distant. It is thus the only part situated in the western Indonesian Ocean, close to the African continent. Also by its size, Madagascar is relatively large. Among all the Nusantarian islands, it is second only to Kalimantan. However, its most surprising originality is found in its cultural and historical aspect.
In all likelihood, the island was discovered in the first centuries of the common era by seafarers from central Indonesia, related to the ancestors of the present people of Southeast Kalimantan.[7] One wonders what drove them so far to the west. In the current state of knowledge, there is obviously no answer to that question. However, it is likely that those people were not the only Nusantarians who frequented the western part of the Indonesian Ocean during that era. In fact, the Melayu traders (namely, the Melayu speaking Nusantarians kingdoms, the most prominent being one named "Funan" by Chinese authors) traded between the Sea of China and the coastal countries of the Indonesian Ocean, as far as the Roman empire, to the northwest.[8] And probably, presence of Melayu in that region might have contributed to the process of hinduization of Southeast Asia.
While the Merina's ancestors slowly undertook the exploration and colonization of Madagascar, others Nusantarians traded actively with the African coasts and the Middle East. The items traded were mostly spices, ivory, cowries, pearls, hides, slaves, and perhaps silk. It is highly probable (as referenced in some Arabic texts) that Melayu trading posts were established on the coasts of Africa.[9]
The presence of Melayu in western Indonesian Ocean began to decline from the 8th century under the pressure of the emerging Muslim competition. However, by the 10th century, the Malays tried to reconquer the African coasts with an enormous expedition (Arabic texts talk about a thousand ships) but without success.[10] Since then, they had ceased to frequent the region. It should be mentioned that even their old maritime hegemony in Southeastern Asia - represented at that time by the empire of Srivijaya - was then contested not only by the new power of the southern Indians of Chola, but also, by a growing Chinese power. Concurrently, the Merina's ancestors began their migration to the highlands of Madagascar to avoid the threat of the Islamized emigrants and their numerous African slaves who rapidly took control of the northern and eastern part of Madagascar. In respect to several traditions, their prime motive for leaving the coastal areas was their refusal to mingle with their new neighbors.[11]
It was from that time that the Merina, as a people completely isolated from Southeast Asia, started on a different historial path. Meanwhile, some Nusantarians, especially the Bugis - as mentionned in the epic of Sawerigading of La Galigo -, might have continued to sporadically visit the region.[12] Also by the 13th century, the Melayu of Tambralinga (present southern Thailand) organized a certain number of expeditions to the Southern India and to Ceylan for reasons related to Buddhism.[13] But to our knowledge, there is no indication that any of those late nusantarian expeditions might have influenced the course of Madagascar's history.[14]
However, during the entire first millennium, the history of Madagascar is simply integrated with the presence of Southern Asian Nusantarians in the western part of the Indonesian Ocean. Therefore, it is difficult to isolate that island. Perhaps in the future, the progress in archaeological research and the advance of cultural and linguistic studies will help us to better understand that past.
The importance of Madagascar in the future of the Nusantarian World
The exceptional importance of Madagascar in the history of ancient nusantarian navigation in the Indonesian Ocean is perfectly known here. Moreover, it remind us that for 4,000 to 5,000 years, untill around the 10th century, the nusantarian peoples were the greatest navigators of the world. It is true that similars achievement can be attested to the peoples of the Oceania, but, as far as it concerns the Southeast Asia, Madagascar is ethnologically and historically closer to them. Oceania indeed belongs to the prehistory of Southeast Asia, while Madagascar is an integral part of its "old", or more exactly, pre-modern history; from the glorious period prior the Islamisation, the arrival of Chinese emigrants and the influx of European colonizers. Furthermore, unlike the Indo-Javanese culture for example, the civilization of Madagascar developed out of the sole ethnic ingenuity of the Nusantarians, without any direct foreign influence. Even if words of sanskrit origin are found in Madagascar's native languages, they all seem to have been borrowed through the old Malay.[15] Similarly, the Arab-African influence on the Merina people is, not only very limited, but also considered as a corruptive rather than formative late addition.
In this regard, Madagascar constitutes one of the best examples demonstrating the dynamism and the potentiality of traditional nusantarian civilization. Even if the countries of Southeast Asia had not borrowed from foreign cultures, they would have been quite able to achieve extraordinary status. To us, it is significant that the king Andrianampoinimerina (who ruled from 1783 to 1809), was a pure bearer of the traditional Merina civilization. He no doubt could be considered as one of the greatest nusantarian sovereigns of all time.[16]
In conclusion, the rediscovery of Madagascar represents to the South Asia nusantarian countries a kind of an encounter with their own history. The look of a Merina should remind them how great navigators were their ancestors, and how they were proud of their identity that they really did matter to preserve it above anything else.[17]
But the most startling is that besides recalling the Nusantarians' past, Madagascar is holding great promises for their future. As already pre-announced by the creation of the APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation), indicators suggest that the Pacific basin will be the real economic heart of our planet, and also, to a larger extent, its cultural and political heart. In these conditions, those countries occupying the most propitious locations are suceptible to play highly decisive roles.
From now on, it is for the interests of the Nusantarian countries of Southeast Asia to contemplate themselves, not as being on the periphery of Asia and the Pacific Ocean, but as in the very heart of the oceanic domain. The Pacific Ocean itself is not an empty space, but a crossroad and a field of expansion for the peoples from its bordering continents, a territory for self-development for the peoples who occupied it for millennia, and who beforehand were Nusantarians. So, it is timely that Melayu, Javanese and Tagalog peoples, among others, reassert their real attributes, as representatives of the Nusantarians, the Islands people, traditional masters of the Ocean, and not just a mere variety of "non-typical" and marginal Asians. For that purpose, they absolutely have to position themselves in regard to their own "peripheric surroundings", and also determine the boundaries of their actual inner dimensions.
For that matter and for their interest, the Nusantarians of Southeast Asia should integrate in their world vision as well as their political policy that the Merina, on the one hand, and the Micronesians and Polynesians, on the other hand, are in fact the extensions of their own identity.
These indeed are the peoples testifying their own history, especially the most authentic part of it. There is scant need to mention that for these "peripheral" Nusantarians, the new interest brought by their South Asian kin will finally help them to exit out of their isolation and to take control of their own destiny. Henceforth, with the support of their kin, they will no longer be considered as just small islanders, lost in the middle of the ocean. They will no longer be the coveted objects by those foreigners thinking only of taking advantage of their vulnerability, but a member of a vast community of peoples sharing the same ancestors, the same basic identity, and together, sharing the same hopes in planning their own future.
In other words, within that perspective, Madagascar somehow might also have within it the actual keys to the future of the Nusantarian world.
Andriantefinanahary & Yanariak (October, 1997)
source :http://users.cwnet.com/zaikabe/merina/index.htm
One immediately does realize how much this new situation can be advantageous to the Nusantarian World. Until now, direct communications between the various countries belonging to this human group, spreading throughout two oceans over thousands years, were hindered by the distances. Moreover, during the last centuries, the European colonization and its aftermath discouraged us from pursuing such unity. For each newly independent country, the consolidation of national unity was its prime concerns.
In order to better define the role and the significance of Madagascar within the future of the nusantarian world, it is necessary to begin by recounting some of the major features of that world.
The Nusantarian Motherland
Among the major ethnolinguistic groups in the world, the nusantarian family (also called "Malayo-Polynesian" or "Austronesian" by western authors) undeniably occupied the largest geographical territory prior the modern era. From east to west, this vast territory covered the area from Rapa-nui (Easter Island) to Madagascar, approximately 60% the circumference of the earth. From north to south, it included the island of Taiwan (Pekan, for the Nusantarian natives), the archipelago of Hawaii (from "Hava-iki" or "Little Java", to recollect the ancestral homeland of the Polynesian), and New Zealand (Aotearoa in Maori language). Beyond this heartland, other regions were frequented by Nusantarians navigators, including the major part of the Pacific Ocean (to South America) and the Indonesian Ocean, as far as East Africa. [1]
Today, there are approximately 300 million Nusantarians. Their communities are traditionally present in 34 officially recognized countries in Southeast Asia (including Taiwan and Hainan where the Cam Utsat people live), Oceania, and the Indonesian Ocean.
In recent years, many authors concluded that the Nusantarians originated from the present coastal area of eastern China (well before the rise of the Chinese Empire).[2] Understandably, it was by seafaring, approximately 6,000 or 7,000 years ago, that our ancestors began to slowly occupy their historical territory. In so doing, they precociously mastered an extraordinary technique of navigation. Indeed from the beginning of our era, it is known from testimonies found in Chinese texts that the Nusantarians of Southeast Asia were using ships (the Chinese *b'ak, related to the *bangkah of Melayu) capable of transporting several hundred of tons of goods and hundreds (or even a thousand) passengers.[3] That is hardly surprising if we know that in Oceania the big double canoes (waka or pahi, corresponding to bagan and to ancient bandung of Indonesia), although a lot less equipped in terms of tools, were capable of transporting together up to 500 persons.[4]
Subsequent to this common origin, the Nusantarian heritage is characterized by three affinities, namely linguistic, cultural and racial.
Throughout the Nusantarian domain, the basic vocabulary and many typologic resemblances are preserved in all languages, among which three major sub-sections can be distinguished: a) the archaic language group of Taiwan; b) those of the western nusantarian world and countries of Southeast Asia, from Madagascar to the western part of Micronesia (Marianas, Guam and Belau/Palau Islands); c) those of the oriental nusantarian part, including the whole of Polynesia and the major part of the Melanesia.[5]
The Nusantarian civilization is characterized by many common features found in their social organization, technology, beliefs and artistic expressions. Finally, from the anthropological point of view, the majority of the Nusantarians (the Melanesians excepted) are sharing the same human form, characterized by the "classic Melayu" model : in which the skull is mesocephalic or moderately brachycephalic, the brown skin color or sawo matang, the wavy hair, less or not at all slit eyes, etc.[6]
Taking account of these elements, we should re-appraise the status and the importance of Madagascar in the Nusantarian domain.
Madagascar, a part of Southeast Asian history
Within the Nusantarian World, Madagascar stands apart for many reasons. First, geographically, this island is the farthest from any other Nusantarian territory. Its closest neighbors, the islands around Sumatra, are more than 6,000 km distant. It is thus the only part situated in the western Indonesian Ocean, close to the African continent. Also by its size, Madagascar is relatively large. Among all the Nusantarian islands, it is second only to Kalimantan. However, its most surprising originality is found in its cultural and historical aspect.
In all likelihood, the island was discovered in the first centuries of the common era by seafarers from central Indonesia, related to the ancestors of the present people of Southeast Kalimantan.[7] One wonders what drove them so far to the west. In the current state of knowledge, there is obviously no answer to that question. However, it is likely that those people were not the only Nusantarians who frequented the western part of the Indonesian Ocean during that era. In fact, the Melayu traders (namely, the Melayu speaking Nusantarians kingdoms, the most prominent being one named "Funan" by Chinese authors) traded between the Sea of China and the coastal countries of the Indonesian Ocean, as far as the Roman empire, to the northwest.[8] And probably, presence of Melayu in that region might have contributed to the process of hinduization of Southeast Asia.
While the Merina's ancestors slowly undertook the exploration and colonization of Madagascar, others Nusantarians traded actively with the African coasts and the Middle East. The items traded were mostly spices, ivory, cowries, pearls, hides, slaves, and perhaps silk. It is highly probable (as referenced in some Arabic texts) that Melayu trading posts were established on the coasts of Africa.[9]
The presence of Melayu in western Indonesian Ocean began to decline from the 8th century under the pressure of the emerging Muslim competition. However, by the 10th century, the Malays tried to reconquer the African coasts with an enormous expedition (Arabic texts talk about a thousand ships) but without success.[10] Since then, they had ceased to frequent the region. It should be mentioned that even their old maritime hegemony in Southeastern Asia - represented at that time by the empire of Srivijaya - was then contested not only by the new power of the southern Indians of Chola, but also, by a growing Chinese power. Concurrently, the Merina's ancestors began their migration to the highlands of Madagascar to avoid the threat of the Islamized emigrants and their numerous African slaves who rapidly took control of the northern and eastern part of Madagascar. In respect to several traditions, their prime motive for leaving the coastal areas was their refusal to mingle with their new neighbors.[11]
It was from that time that the Merina, as a people completely isolated from Southeast Asia, started on a different historial path. Meanwhile, some Nusantarians, especially the Bugis - as mentionned in the epic of Sawerigading of La Galigo -, might have continued to sporadically visit the region.[12] Also by the 13th century, the Melayu of Tambralinga (present southern Thailand) organized a certain number of expeditions to the Southern India and to Ceylan for reasons related to Buddhism.[13] But to our knowledge, there is no indication that any of those late nusantarian expeditions might have influenced the course of Madagascar's history.[14]
However, during the entire first millennium, the history of Madagascar is simply integrated with the presence of Southern Asian Nusantarians in the western part of the Indonesian Ocean. Therefore, it is difficult to isolate that island. Perhaps in the future, the progress in archaeological research and the advance of cultural and linguistic studies will help us to better understand that past.
The importance of Madagascar in the future of the Nusantarian World
The exceptional importance of Madagascar in the history of ancient nusantarian navigation in the Indonesian Ocean is perfectly known here. Moreover, it remind us that for 4,000 to 5,000 years, untill around the 10th century, the nusantarian peoples were the greatest navigators of the world. It is true that similars achievement can be attested to the peoples of the Oceania, but, as far as it concerns the Southeast Asia, Madagascar is ethnologically and historically closer to them. Oceania indeed belongs to the prehistory of Southeast Asia, while Madagascar is an integral part of its "old", or more exactly, pre-modern history; from the glorious period prior the Islamisation, the arrival of Chinese emigrants and the influx of European colonizers. Furthermore, unlike the Indo-Javanese culture for example, the civilization of Madagascar developed out of the sole ethnic ingenuity of the Nusantarians, without any direct foreign influence. Even if words of sanskrit origin are found in Madagascar's native languages, they all seem to have been borrowed through the old Malay.[15] Similarly, the Arab-African influence on the Merina people is, not only very limited, but also considered as a corruptive rather than formative late addition.
In this regard, Madagascar constitutes one of the best examples demonstrating the dynamism and the potentiality of traditional nusantarian civilization. Even if the countries of Southeast Asia had not borrowed from foreign cultures, they would have been quite able to achieve extraordinary status. To us, it is significant that the king Andrianampoinimerina (who ruled from 1783 to 1809), was a pure bearer of the traditional Merina civilization. He no doubt could be considered as one of the greatest nusantarian sovereigns of all time.[16]
In conclusion, the rediscovery of Madagascar represents to the South Asia nusantarian countries a kind of an encounter with their own history. The look of a Merina should remind them how great navigators were their ancestors, and how they were proud of their identity that they really did matter to preserve it above anything else.[17]
But the most startling is that besides recalling the Nusantarians' past, Madagascar is holding great promises for their future. As already pre-announced by the creation of the APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation), indicators suggest that the Pacific basin will be the real economic heart of our planet, and also, to a larger extent, its cultural and political heart. In these conditions, those countries occupying the most propitious locations are suceptible to play highly decisive roles.
From now on, it is for the interests of the Nusantarian countries of Southeast Asia to contemplate themselves, not as being on the periphery of Asia and the Pacific Ocean, but as in the very heart of the oceanic domain. The Pacific Ocean itself is not an empty space, but a crossroad and a field of expansion for the peoples from its bordering continents, a territory for self-development for the peoples who occupied it for millennia, and who beforehand were Nusantarians. So, it is timely that Melayu, Javanese and Tagalog peoples, among others, reassert their real attributes, as representatives of the Nusantarians, the Islands people, traditional masters of the Ocean, and not just a mere variety of "non-typical" and marginal Asians. For that purpose, they absolutely have to position themselves in regard to their own "peripheric surroundings", and also determine the boundaries of their actual inner dimensions.
For that matter and for their interest, the Nusantarians of Southeast Asia should integrate in their world vision as well as their political policy that the Merina, on the one hand, and the Micronesians and Polynesians, on the other hand, are in fact the extensions of their own identity.
These indeed are the peoples testifying their own history, especially the most authentic part of it. There is scant need to mention that for these "peripheral" Nusantarians, the new interest brought by their South Asian kin will finally help them to exit out of their isolation and to take control of their own destiny. Henceforth, with the support of their kin, they will no longer be considered as just small islanders, lost in the middle of the ocean. They will no longer be the coveted objects by those foreigners thinking only of taking advantage of their vulnerability, but a member of a vast community of peoples sharing the same ancestors, the same basic identity, and together, sharing the same hopes in planning their own future.
In other words, within that perspective, Madagascar somehow might also have within it the actual keys to the future of the Nusantarian world.
Andriantefinanahary & Yanariak (October, 1997)
source :http://users.cwnet.com/zaikabe/merina/index.htm
Rabu, 21 Desember 2011
Konsistensi kepada hobby .... (jualan,, hehe)
Banyak yang mengatakan bahwa antena tv tidak maksimal digunakan untuk lcd/led,,, gimana ?? Benar
Sebab proses interpolasi gambar dari resolusi SD (720 x 480) harus diproses menjadi Full-HD (1440 or 1920 x 1080).
Karena itu kami menyediakan antena HDTV yang digunakan untuk LCD / LED tv, bisa juga digunakan untuk televisi biasa. Dibuat dari bahan aluminium pilihan, Antena DF 16 dan DF 10 dapat memberikan gambar yang lebih berkualitas tanpa menggunakan tv kabel.
Untuk pemesanan, silakan hubungi : 031 810636336 atau sms : 08563123910. YM : antena_df
Kami juga melayani pembelian partai. Khusus pelanggan area surabaya, kami menyediakan layanan pembayaran di tempat. Anda bisa membayar ketika pesanan diterima. Mudah bukan ?
See attachment untuk pemasangan dan hasilnya
Sebab proses interpolasi gambar dari resolusi SD (720 x 480) harus diproses menjadi Full-HD (1440 or 1920 x 1080).
Karena itu kami menyediakan antena HDTV yang digunakan untuk LCD / LED tv, bisa juga digunakan untuk televisi biasa. Dibuat dari bahan aluminium pilihan, Antena DF 16 dan DF 10 dapat memberikan gambar yang lebih berkualitas tanpa menggunakan tv kabel.
Untuk pemesanan, silakan hubungi : 031 810636336 atau sms : 08563123910. YM : antena_df
Kami juga melayani pembelian partai. Khusus pelanggan area surabaya, kami menyediakan layanan pembayaran di tempat. Anda bisa membayar ketika pesanan diterima. Mudah bukan ?
See attachment untuk pemasangan dan hasilnya
Kamis, 15 Desember 2011
Belajar Menghargai diri kita sendiri
Hargailah diri kita sendiri, maka dunia akan mengikutinya
Kita berjuang untuk dapat hidup sampai saat ini. Tak ada seorangpun yang tercipta dengan sempurna. Yang perlu kita ketahui adalah bahwa apapun kesalahan yang pernah kita perbuat di masa lalu, hita masih mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya saat ini. Jadikanlah pengetahuan ini sebagai motivator untuk tidak menghukum diri kita atas kesalahan yang kita perbuat.
Jika kita hidup tanpa menghargai diri sendiri, maka lingkungan dan pribadi yang ada di sekitar kita pun akan memperlakukan hal yang sama . Dengan kata lain,, "you have to give respect to get respect"
Jadi bagaimana cara kita hidup dengan cara yang berharga ?
Kita harus dapat menerima kesalahan di masa lalu.
Mungkin kita telah membuat pilihan buruk di masa lalu tanpa benar-benar memperhitungkan hal-hal yang berhubungan dengan kita saat membuat pilihan tersebut. Kita melukai banyak orang, bahkan diri kita sendiri. Semua orang didunia pernah membuat hal tersebut. Hal yang paling pentung dipikirkan adalah apa yang dapat kita pelajari dari pengalaman tersebut ? Mengapa hal itu bisa terjadi ? Jawablah pertanyaan tersebut, pikirkan baik-baik. Jika kita dapat memaafkan diri kita, segera maafkan. Jika masih ada hal lain yang dapat kita buat untuk menebus kesalahan tersebut, lakukanlah segera. Berhentilah berpikir dan menyiksa diri. Kita membuat kesalahan, belajar dari kesalahan, maafkan diri kita dan lanjutkan hidup kita.
Kita harus memperlakukan orang lain dengan hormat
Perlakukanlah orang lain sebagaimana kita ingin orang lain memperlakukan kita. Jangan hanya bertindak seperti cermin dan memperlakukan orang lain sebagaimana mereka memperlakukan kita. Biasakanlah kita menjadi pribadi yang berbeda dan terhormat. Jangan sungkan untuk mengatakan terimakasih dan maaf. Sadari bahwa tindakan kita dapat mempengaruhi perasaan orang lain, karena itu buatlah hal yang positif, sehingga akan kembali ke kita hal positif pula.
Kita harus memaafkan orang lain yang tidak menghargai kita
Terkadang memaafkan bukan sesuatu hal yang mudah. Apalagi untuk orang-orang yang telah melukai perasaan kita, mengkritik dan membuat penilaian secara tidak adil untuk diri kita. Tetapi mereka juga manusia biasa yang perlu dimaafkan. Jadi berilah mereka kesempatan pula untuk suatu saat menyadari kesalahan atas perbuatan mereka dan jangan lagi memperlakukan mereka dengan tidak baik pula. Hal ini tidak berarti bahwa kita membiarkan mereka memperlakukan kita dengan tidak baik, ataupun memaafkan mereka supaya mereka melanjutkan penilaian atas diri kita. Terkadang kita harus meninggalkan hal-hal yang buruk dan berubah untuk suatu kebaikan. Orang yang secara terus menerus memperlakukan kita dengan tidak baik pun, perlu kita tinggalkan dengan kita maafkan, bukan untuk ketenangan mereka melainkan untuk diri kita sendiri. Maafkan mereka tetapi jangan ikuti mereka.
Kita berhenti menerima hal yang buruk, dan menggantikannya dengan hal yang baik. Semua itu perlu kerja keras, tetapi hasil nya pasti sepadan. Semua perlu waktu, tapi kita menginvestasikan waktu kita untuk hal yang lebih baik di masa yang akan datang. Mulailah kembali dengan pilihan yang baik untuk diri kita sendiri, dan perlakukanlah orang disekitar kita dengan baik sebagaimana anda ingin diperlakukan serupa. Semua itu bukan hal yang mudah, tetapi tantangan bagi kita untuk melakukannya. Jangan menyerah jika kita ingin dunia memperlakukan kita dengan baik, tunjukkanlah jika kita berhak diperlakukan dengan baik, karena semuanya berawal dari diri kita sendiri. Selamat mencoba
Kita berjuang untuk dapat hidup sampai saat ini. Tak ada seorangpun yang tercipta dengan sempurna. Yang perlu kita ketahui adalah bahwa apapun kesalahan yang pernah kita perbuat di masa lalu, hita masih mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya saat ini. Jadikanlah pengetahuan ini sebagai motivator untuk tidak menghukum diri kita atas kesalahan yang kita perbuat.
Jika kita hidup tanpa menghargai diri sendiri, maka lingkungan dan pribadi yang ada di sekitar kita pun akan memperlakukan hal yang sama . Dengan kata lain,, "you have to give respect to get respect"
Jadi bagaimana cara kita hidup dengan cara yang berharga ?
Kita harus dapat menerima kesalahan di masa lalu.
Mungkin kita telah membuat pilihan buruk di masa lalu tanpa benar-benar memperhitungkan hal-hal yang berhubungan dengan kita saat membuat pilihan tersebut. Kita melukai banyak orang, bahkan diri kita sendiri. Semua orang didunia pernah membuat hal tersebut. Hal yang paling pentung dipikirkan adalah apa yang dapat kita pelajari dari pengalaman tersebut ? Mengapa hal itu bisa terjadi ? Jawablah pertanyaan tersebut, pikirkan baik-baik. Jika kita dapat memaafkan diri kita, segera maafkan. Jika masih ada hal lain yang dapat kita buat untuk menebus kesalahan tersebut, lakukanlah segera. Berhentilah berpikir dan menyiksa diri. Kita membuat kesalahan, belajar dari kesalahan, maafkan diri kita dan lanjutkan hidup kita.
Kita harus memperlakukan orang lain dengan hormat
Perlakukanlah orang lain sebagaimana kita ingin orang lain memperlakukan kita. Jangan hanya bertindak seperti cermin dan memperlakukan orang lain sebagaimana mereka memperlakukan kita. Biasakanlah kita menjadi pribadi yang berbeda dan terhormat. Jangan sungkan untuk mengatakan terimakasih dan maaf. Sadari bahwa tindakan kita dapat mempengaruhi perasaan orang lain, karena itu buatlah hal yang positif, sehingga akan kembali ke kita hal positif pula.
Kita harus memaafkan orang lain yang tidak menghargai kita
Terkadang memaafkan bukan sesuatu hal yang mudah. Apalagi untuk orang-orang yang telah melukai perasaan kita, mengkritik dan membuat penilaian secara tidak adil untuk diri kita. Tetapi mereka juga manusia biasa yang perlu dimaafkan. Jadi berilah mereka kesempatan pula untuk suatu saat menyadari kesalahan atas perbuatan mereka dan jangan lagi memperlakukan mereka dengan tidak baik pula. Hal ini tidak berarti bahwa kita membiarkan mereka memperlakukan kita dengan tidak baik, ataupun memaafkan mereka supaya mereka melanjutkan penilaian atas diri kita. Terkadang kita harus meninggalkan hal-hal yang buruk dan berubah untuk suatu kebaikan. Orang yang secara terus menerus memperlakukan kita dengan tidak baik pun, perlu kita tinggalkan dengan kita maafkan, bukan untuk ketenangan mereka melainkan untuk diri kita sendiri. Maafkan mereka tetapi jangan ikuti mereka.
Kita berhenti menerima hal yang buruk, dan menggantikannya dengan hal yang baik. Semua itu perlu kerja keras, tetapi hasil nya pasti sepadan. Semua perlu waktu, tapi kita menginvestasikan waktu kita untuk hal yang lebih baik di masa yang akan datang. Mulailah kembali dengan pilihan yang baik untuk diri kita sendiri, dan perlakukanlah orang disekitar kita dengan baik sebagaimana anda ingin diperlakukan serupa. Semua itu bukan hal yang mudah, tetapi tantangan bagi kita untuk melakukannya. Jangan menyerah jika kita ingin dunia memperlakukan kita dengan baik, tunjukkanlah jika kita berhak diperlakukan dengan baik, karena semuanya berawal dari diri kita sendiri. Selamat mencoba
If you want the world to treat you with respect you must start respecting yourself first.
Senin, 12 Desember 2011
Harta Rakyat Indonesia Sirna Oleh Rekomendasi Negara-negara Kolompok G-20
“Considering this statement, which was written and signed in November 21th 1963, while the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the following total volumes were just obtained.”
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus kutukan bagi bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting dalam perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan Soekarno pada 1963.
Konon cerita, harta raja-raja Nusantara berupa ratusan ribu ton emas dan harta lainnnya itu dibawa ke Belanda (sbg penjajah) dari Indonesia, kemudian Belanda kalah perang dengan Jerman, maka Jerman memboyong harta itu ke negaranya. Lalu dalam perang dunia kedua, Jerman kalah dengan Amerika, maka Amerika membawa semua harta itu ke negaranya hingga kini.
Perjanjian itu berkop surat Burung Garuda bertinta emas di bagian atasnya yang kemudian menjadi pertanyaan besar pengamat Amerika. Yang ikut serta menekan dalam perjanjian itu tertera John F. Kennedy selaku Presiden Amerika Serikat dan William Vouker yang berstempel “The President of The United State of America” dan dibagian bawahnya tertera tandatangan Soekarno dan Soewarno berstempel “Switzerland of Suisse”.
Yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah, mengapa Soekarno tidak menggunakan stempel RI?. Pertanyaan itu sempat terjawab, bahwa beliau khawatir harta itu akan dicairkan oleh pemimpin Indonesia yang korup, suatu saat kelak.
Perjanjian yang oleh dunia moneter dipandang sebagai pondasi kolateral ekonomi dunia hingga kini, menjadi perdebatan panjang yang tak kunjung selesai pada kedua negara, Indonesia dan Amerika. Banyak para tetua dan kini juga anak muda Indonesia dengan bangganya menceritakan bahwa Amerika kaya karena dijamin harta rakyat Indonesia.
Bahkan ada yang mengatakan, Amerika berhutang banyak pada rakyat Indonesia, karena harta itu bukan punya pemerintah dan bukan punya negara Indonesia, melainkan “harta rakyat Indonesia”. Tetapi, bagi bangsa Amerika, perjanjian kolateral ini dipandang sebagai sebuah kesalahan besar sejarah Amerika.
The Green Hilton Agreement 1963
Barangkali ini pulalah penyebab, mengapa Bung Karno kemudian dihabisi karir politiknya oleh Amerika sebelum berlakunya masa jatuh tempo The Green Hiltom Agreement. Ini berkaitan erat dengan kegiatan utama Soeharto ketika menjadi Presiden RI ke-2.
Dengan dalih sebagai dalang Partai Komunis Indonesia atau PKI, banyak orang terdekat Bung Karno dipenjarakan tanpa pengadilan seperti Soebandrio dan lainnya. Menurut tutur mereka kepada pers, ia dipaksa untuk menceritakan bagaimana ceritanya Bung Karno menyimpan harta nenek moyang di luar negeri. Yang terlacak kemudian hanya “Dana Revolusi” yang nilainya tidak seberapa. Tetapi kekayaan yang menjadi dasar perjanjian The Green Hilton Agreement ini hampir tidak terlacak oleh Soeharto, karena kedua peneken perjanjian sudah tiada.
Kendati perjanjian itu mengabaikan pengembaliannya, namun Bung Karno mendapatkan pengakuan bahwa status kolateral tersebut bersifat sewa (leasing). Biaya yang ditetapkan Bung Karno dalam perjanjian sebesar 2,5% setahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya. Dana pembayaran sewa kolateral ini dibayarkan pada sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation yang pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu yang dimuliakan Sri Paus Vatikan.
Namun karena Bung Karno “sudah tiada” (wallahuallam), maka yang ditunggu adalah orang yang diberi kewenangan olehnya. Namun sayangnya, ia hanya pernah memberikan kewenangan pada satu orang saja di dunia dengan ciri-ciri tertentu. Dan inilah yang oleh kebanyakan masyarakat Indonesia, bahwa yang dimaksudkan adalah “Satria Piningit” yang kemudian disakralkan, utamanya oleh masyarakat Jawa. Tetapi kebenaran akan hal ini masih perlu penelitian lebih jauh.
April 2009, dana yang tertampung dalam The Heritage Foundation sudah tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2.5% ditetapkan dari total jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 34 tahun hasil biaya sewanya saja sudah setera 48.577 ton emas..!
Artinya kekayaan itu sudah menjadi dua kali lipat lebih, dalam kurun kurang dari setengah abad atau setara dengan USD 3,2 Trilyun atau Rp 31.718 Trilyun, jika harga 1 gram emas Rp 300 ribu. Hasil lacakan terakhir, dana yang tertampung dalam rekening khusus itu jauh lebih besar dari itu. Sebab rekening khusus itu tidak dapat tersentuh oleh otoritas keuangan dunia manapun, termasuk pajak.
Karenanya banyak orang-orang kaya dunia menitipkan kekayaannya pada account khusus ini. Tercatat mereka seperti Donald Trump, pengusaha sukses properti Amerika, Raja Maroko, Raja Yordania, Turki, termasuk beberapa pengusaha besar dunia lainnya seperti Adnan Kassogi dan Goerge Soros. Bahkan Soros hampir menghabiskan setengah dari kekayaannya untuk mencairkan rekening khusus ini sebelumnya.
Pihak Turki malah pernah me-loby beberapa orang Indonesia untuk dapat membantu mencairkan dana mereka pada account ini, tetapi tidak berhasil. Para pengusaha kaya dari organisasi Yahudi malah pernah berkeliling Jawa jelang akhir 2008 lalu, untuk mencari siapa yang diberi mandat oleh Bung Karno terhadap account khusus itu. Para tetua ini diberi batas waktu oleh rekan-rekan mereka untuk mencairkan uang tersebut paling lambat Desember 2008. Namun tidak berhasil.
Usaha pencairan rekening khusus ini bukan kali ini saja, tahun 1998 menurut investigasi yang dilakukan, pernah dicoba juga tidak berhasil. Argumentasi yang diajukan tidak cukup kuat.
Dan kini puluhan bahkan ratusan orang dalam dan luar negeri mengaku sebagai pihak yang mendapat mandat tersebut. Ada yang usia muda dan ada yang tua. Hebatnya lagi, cerita mereka sama. Bahwa mereka mengaku penguasa aset rakyat Indonesia, dan selalu bercerita kepada lawan bicaranya bahwa dunia ini kecil dan dapat mereka atur dengan kekayaan yang ia terima. Diantaranya ada yang mengaku anak Soekarno, lebih parah lagi, ada yang mengaku Soekarno sunggguhan tetapi kini telah berubah menjadi muda. Wow..!
Padahal, hasil penelusuran penulis. Bung Karno tidak pernah memberikan mandat kepada siapapun. Dan setelah tahun 1965, Bung Karno ternyata tidak pernah menerbitkan dokumen-dokumen atas nama siapapun. Sebab setelah 1963 itu, pemilik harta rakyat Indonesia menjadi tunggal, ialah Bung Karno itu sendiri. Namun sayang, CUSIP Number (nomor register World Bank) atas kolateral ini bocor. Nah, CUSIP inilah yang kemudian dimanfaatkan kalangan banker papan atas dunia untuk menerbitkan surat-surat berharga atas nama orang Indonesia.
Pokoknya siapapun, asal orang Indonesia ber-passport Indonesia dapat dibuatkan surat berharga dari UBS, HSBC dan bank besar dunia lainnya. Biasanya terdiri dari 12 lembar, diantaranya ada yang berbentuk Proof of Fund, SBLC, Bank Guransi, dan lainnya. Nilainya pun fantastis, rata-rata diatas USD 500 juta. Bahkan ada yang bernilai USD 100 milyar..!
Ketika dokumen tersebut dicek, maka kebiasaan kalangan perbankkan akan mengecek CUSIP Number. Jika memang berbunyi, maka dokumen tersebut dapat menjalani proses lebih lanjut. Biasanya kalangan perbankkan akan memberikan Bank Officer khusus bagi surat berharga berformat ini dengan cara memasan Window Time untuk sekedar berbicara sesama bank officer jika dokumen tersebut akan ditransaksikan.
Biasanya dokumen jenis ini hanya bisa dijaminkan atau lazim dibuatkan rooling program atau private placement yang bertempo waktu transaksi hingga 10 bulan dengan high yeild berkisar antara 100 s/d 600 % setahun. Uangnya hanya bisa dicairkan untuk proyek kemanusiaan.
Makanya, ketika terjadi musibah tsunami di Aceh dan gempa besar lainnya di Indonesia, maka jenis dokumen ini beterbangan sejagat raya bank. Tapi anehnya, setiap orang Indonesia yang merasa namanya tercantum dalam dokumen itu, masih miskin saja hingga kini. Mengapa? Karena memang hanya permainan banker kelas kakap untuk mengakali bagaimana caranya mencairkan aset yang terdapat dalam rekening khusus itu.
Melihat kasus ini, tak heran bila banyak pejabat Indonesia termasuk media massa Indonesia menyebut “orang gila” apabila ada seseorang yang mengaku punya harta banyak, milyaran dollar Amerika Serikat. Dan itulah pula berita yang banyak menghiasi media massa. Ketidakpercayaan ini satu sisi menguntungkan bagi keberadaan harta yang ada pada account khusus ini, sisi lain akan membawa bahaya seperti yang sekarang terjadi. Yakni, tidak ada pembelaan rakyat, negara dan pemerintah Indonesia ketika harta ini benar-benar ada.
Kisah sedih itu terjadi. Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut serta dalam pertemuan G20 April silam. Karena Presiden SBY tidak pernah percaya, atau mungkin ada hal lain yang kita belum tau, maka SBY ikut serta menandatangani rekomendasi G20. Padahal tandatangan SBY dalam sebuah memorandum G-20 di London itu telah diperalat oleh otoritas keuangan dunia untuk menghapuskan status harta dan kekayaan rakyat Indonesia yang diperjuangkan Bung Karno melalui kecanggihan diplomatik. Mengapa? Karena isi memorandum itu adalah seakan memberikan otoritas kepada lembaga keuangan dunia seperti IMF dan World Bank untuk mencari sumber pendanaan baru bagi mengatasi keuangan global yang paling terparah dalam sejarah ummat manusia.
Atas dasar rekomendasi G20 itu, segera saja IMF dan World Bank mendesak Swiss untuk membuka 52.000 rekening di UBS yang oleh mereka disebut aset-aset bermasalah. Bahkan lembaga otoritas keuangan dunia sepakat mendesak Vatikan untuk memberikan restu bagi pencairan aset yang ada dalam The Heritage Foundation demi menyelamatkan ummat manusia.
Memang, menurut sebuah sumber terpercaya, ada pertanyaan kecil dari Vatikan, apakah Indonesia juga telah menyetujui? Tentu saja, tandatangan SBY diperlihatkan dalam pertemuan itu. Berarti sirnalah sudah harta rakyat dan bangsa Indonesia.
Barangkali inilah kesalahan dan dosa SBY serta dosa kita semua yang paling besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebab, bila SBY dan kita sepakat untuk paham akan hal ini, setidaknya ada geliat diplomatik tingkat tinggi untuk mencairkan aset sebesar itu. Lantas ada pertanyan: Sebodoh itukah kita…? (safari ans: tulisan ini akan terus diperkaya. Contact: email safari_ans@yahoo.com. Sms. 0818778216).
adapted from : http://indocropcircles.wordpress.com/2011/11/12/konspirasi-the-national-treasure-of-indonesian-kings/?blogsub=confirming#subscribe-blog
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus kutukan bagi bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting dalam perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan Soekarno pada 1963.
Soekarno dan John F. Kennedy
Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama “The Green Hilton Agreement” itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia, itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni..!
Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama “The Green Hilton Agreement” itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia, itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni..!
Bahasa lain yang sering dikemukakan Bung Karno kepada rekan terdekatnya, bahwa ia ingin harta nenek moyang yang telah dirampas oleh imprealisme dan kolonialisme dulu bisa kembali.
Tetapi perjanjian yang diteken itu, hanya sebatas pengakuan dan mengabaikan pengembaliannya. Sebab Negeri Paman Sam itu mengambilnya sebagai harta rampasan Perang Dunia I dan II.Konon cerita, harta raja-raja Nusantara berupa ratusan ribu ton emas dan harta lainnnya itu dibawa ke Belanda (sbg penjajah) dari Indonesia, kemudian Belanda kalah perang dengan Jerman, maka Jerman memboyong harta itu ke negaranya. Lalu dalam perang dunia kedua, Jerman kalah dengan Amerika, maka Amerika membawa semua harta itu ke negaranya hingga kini.
Perjanjian itu berkop surat Burung Garuda bertinta emas di bagian atasnya yang kemudian menjadi pertanyaan besar pengamat Amerika. Yang ikut serta menekan dalam perjanjian itu tertera John F. Kennedy selaku Presiden Amerika Serikat dan William Vouker yang berstempel “The President of The United State of America” dan dibagian bawahnya tertera tandatangan Soekarno dan Soewarno berstempel “Switzerland of Suisse”.
Yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah, mengapa Soekarno tidak menggunakan stempel RI?. Pertanyaan itu sempat terjawab, bahwa beliau khawatir harta itu akan dicairkan oleh pemimpin Indonesia yang korup, suatu saat kelak.
Perjanjian yang oleh dunia moneter dipandang sebagai pondasi kolateral ekonomi dunia hingga kini, menjadi perdebatan panjang yang tak kunjung selesai pada kedua negara, Indonesia dan Amerika. Banyak para tetua dan kini juga anak muda Indonesia dengan bangganya menceritakan bahwa Amerika kaya karena dijamin harta rakyat Indonesia.
Bahkan ada yang mengatakan, Amerika berhutang banyak pada rakyat Indonesia, karena harta itu bukan punya pemerintah dan bukan punya negara Indonesia, melainkan “harta rakyat Indonesia”. Tetapi, bagi bangsa Amerika, perjanjian kolateral ini dipandang sebagai sebuah kesalahan besar sejarah Amerika.
The Green Hilton Agreement 1963
Barangkali ini pulalah penyebab, mengapa Bung Karno kemudian dihabisi karir politiknya oleh Amerika sebelum berlakunya masa jatuh tempo The Green Hiltom Agreement. Ini berkaitan erat dengan kegiatan utama Soeharto ketika menjadi Presiden RI ke-2.
Dengan dalih sebagai dalang Partai Komunis Indonesia atau PKI, banyak orang terdekat Bung Karno dipenjarakan tanpa pengadilan seperti Soebandrio dan lainnya. Menurut tutur mereka kepada pers, ia dipaksa untuk menceritakan bagaimana ceritanya Bung Karno menyimpan harta nenek moyang di luar negeri. Yang terlacak kemudian hanya “Dana Revolusi” yang nilainya tidak seberapa. Tetapi kekayaan yang menjadi dasar perjanjian The Green Hilton Agreement ini hampir tidak terlacak oleh Soeharto, karena kedua peneken perjanjian sudah tiada.
Kendati perjanjian itu mengabaikan pengembaliannya, namun Bung Karno mendapatkan pengakuan bahwa status kolateral tersebut bersifat sewa (leasing). Biaya yang ditetapkan Bung Karno dalam perjanjian sebesar 2,5% setahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya. Dana pembayaran sewa kolateral ini dibayarkan pada sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation yang pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu yang dimuliakan Sri Paus Vatikan.
Namun karena Bung Karno “sudah tiada” (wallahuallam), maka yang ditunggu adalah orang yang diberi kewenangan olehnya. Namun sayangnya, ia hanya pernah memberikan kewenangan pada satu orang saja di dunia dengan ciri-ciri tertentu. Dan inilah yang oleh kebanyakan masyarakat Indonesia, bahwa yang dimaksudkan adalah “Satria Piningit” yang kemudian disakralkan, utamanya oleh masyarakat Jawa. Tetapi kebenaran akan hal ini masih perlu penelitian lebih jauh.
April 2009, dana yang tertampung dalam The Heritage Foundation sudah tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2.5% ditetapkan dari total jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 34 tahun hasil biaya sewanya saja sudah setera 48.577 ton emas..!
Artinya kekayaan itu sudah menjadi dua kali lipat lebih, dalam kurun kurang dari setengah abad atau setara dengan USD 3,2 Trilyun atau Rp 31.718 Trilyun, jika harga 1 gram emas Rp 300 ribu. Hasil lacakan terakhir, dana yang tertampung dalam rekening khusus itu jauh lebih besar dari itu. Sebab rekening khusus itu tidak dapat tersentuh oleh otoritas keuangan dunia manapun, termasuk pajak.
Karenanya banyak orang-orang kaya dunia menitipkan kekayaannya pada account khusus ini. Tercatat mereka seperti Donald Trump, pengusaha sukses properti Amerika, Raja Maroko, Raja Yordania, Turki, termasuk beberapa pengusaha besar dunia lainnya seperti Adnan Kassogi dan Goerge Soros. Bahkan Soros hampir menghabiskan setengah dari kekayaannya untuk mencairkan rekening khusus ini sebelumnya.
Pihak Turki malah pernah me-loby beberapa orang Indonesia untuk dapat membantu mencairkan dana mereka pada account ini, tetapi tidak berhasil. Para pengusaha kaya dari organisasi Yahudi malah pernah berkeliling Jawa jelang akhir 2008 lalu, untuk mencari siapa yang diberi mandat oleh Bung Karno terhadap account khusus itu. Para tetua ini diberi batas waktu oleh rekan-rekan mereka untuk mencairkan uang tersebut paling lambat Desember 2008. Namun tidak berhasil.
Usaha pencairan rekening khusus ini bukan kali ini saja, tahun 1998 menurut investigasi yang dilakukan, pernah dicoba juga tidak berhasil. Argumentasi yang diajukan tidak cukup kuat.
Dan kini puluhan bahkan ratusan orang dalam dan luar negeri mengaku sebagai pihak yang mendapat mandat tersebut. Ada yang usia muda dan ada yang tua. Hebatnya lagi, cerita mereka sama. Bahwa mereka mengaku penguasa aset rakyat Indonesia, dan selalu bercerita kepada lawan bicaranya bahwa dunia ini kecil dan dapat mereka atur dengan kekayaan yang ia terima. Diantaranya ada yang mengaku anak Soekarno, lebih parah lagi, ada yang mengaku Soekarno sunggguhan tetapi kini telah berubah menjadi muda. Wow..!
Padahal, hasil penelusuran penulis. Bung Karno tidak pernah memberikan mandat kepada siapapun. Dan setelah tahun 1965, Bung Karno ternyata tidak pernah menerbitkan dokumen-dokumen atas nama siapapun. Sebab setelah 1963 itu, pemilik harta rakyat Indonesia menjadi tunggal, ialah Bung Karno itu sendiri. Namun sayang, CUSIP Number (nomor register World Bank) atas kolateral ini bocor. Nah, CUSIP inilah yang kemudian dimanfaatkan kalangan banker papan atas dunia untuk menerbitkan surat-surat berharga atas nama orang Indonesia.
Pokoknya siapapun, asal orang Indonesia ber-passport Indonesia dapat dibuatkan surat berharga dari UBS, HSBC dan bank besar dunia lainnya. Biasanya terdiri dari 12 lembar, diantaranya ada yang berbentuk Proof of Fund, SBLC, Bank Guransi, dan lainnya. Nilainya pun fantastis, rata-rata diatas USD 500 juta. Bahkan ada yang bernilai USD 100 milyar..!
Ketika dokumen tersebut dicek, maka kebiasaan kalangan perbankkan akan mengecek CUSIP Number. Jika memang berbunyi, maka dokumen tersebut dapat menjalani proses lebih lanjut. Biasanya kalangan perbankkan akan memberikan Bank Officer khusus bagi surat berharga berformat ini dengan cara memasan Window Time untuk sekedar berbicara sesama bank officer jika dokumen tersebut akan ditransaksikan.
Biasanya dokumen jenis ini hanya bisa dijaminkan atau lazim dibuatkan rooling program atau private placement yang bertempo waktu transaksi hingga 10 bulan dengan high yeild berkisar antara 100 s/d 600 % setahun. Uangnya hanya bisa dicairkan untuk proyek kemanusiaan.
Makanya, ketika terjadi musibah tsunami di Aceh dan gempa besar lainnya di Indonesia, maka jenis dokumen ini beterbangan sejagat raya bank. Tapi anehnya, setiap orang Indonesia yang merasa namanya tercantum dalam dokumen itu, masih miskin saja hingga kini. Mengapa? Karena memang hanya permainan banker kelas kakap untuk mengakali bagaimana caranya mencairkan aset yang terdapat dalam rekening khusus itu.
Melihat kasus ini, tak heran bila banyak pejabat Indonesia termasuk media massa Indonesia menyebut “orang gila” apabila ada seseorang yang mengaku punya harta banyak, milyaran dollar Amerika Serikat. Dan itulah pula berita yang banyak menghiasi media massa. Ketidakpercayaan ini satu sisi menguntungkan bagi keberadaan harta yang ada pada account khusus ini, sisi lain akan membawa bahaya seperti yang sekarang terjadi. Yakni, tidak ada pembelaan rakyat, negara dan pemerintah Indonesia ketika harta ini benar-benar ada.
Kisah sedih itu terjadi. Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut serta dalam pertemuan G20 April silam. Karena Presiden SBY tidak pernah percaya, atau mungkin ada hal lain yang kita belum tau, maka SBY ikut serta menandatangani rekomendasi G20. Padahal tandatangan SBY dalam sebuah memorandum G-20 di London itu telah diperalat oleh otoritas keuangan dunia untuk menghapuskan status harta dan kekayaan rakyat Indonesia yang diperjuangkan Bung Karno melalui kecanggihan diplomatik. Mengapa? Karena isi memorandum itu adalah seakan memberikan otoritas kepada lembaga keuangan dunia seperti IMF dan World Bank untuk mencari sumber pendanaan baru bagi mengatasi keuangan global yang paling terparah dalam sejarah ummat manusia.
Atas dasar rekomendasi G20 itu, segera saja IMF dan World Bank mendesak Swiss untuk membuka 52.000 rekening di UBS yang oleh mereka disebut aset-aset bermasalah. Bahkan lembaga otoritas keuangan dunia sepakat mendesak Vatikan untuk memberikan restu bagi pencairan aset yang ada dalam The Heritage Foundation demi menyelamatkan ummat manusia.
Memang, menurut sebuah sumber terpercaya, ada pertanyaan kecil dari Vatikan, apakah Indonesia juga telah menyetujui? Tentu saja, tandatangan SBY diperlihatkan dalam pertemuan itu. Berarti sirnalah sudah harta rakyat dan bangsa Indonesia.
Barangkali inilah kesalahan dan dosa SBY serta dosa kita semua yang paling besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebab, bila SBY dan kita sepakat untuk paham akan hal ini, setidaknya ada geliat diplomatik tingkat tinggi untuk mencairkan aset sebesar itu. Lantas ada pertanyan: Sebodoh itukah kita…? (safari ans: tulisan ini akan terus diperkaya. Contact: email safari_ans@yahoo.com. Sms. 0818778216).
adapted from : http://indocropcircles.wordpress.com/2011/11/12/konspirasi-the-national-treasure-of-indonesian-kings/?blogsub=confirming#subscribe-blog
Selasa, 06 Desember 2011
Merger dan Akuisisi
Merger secara umum adalah penggabungan sedangkan secara hukum di Indonesia merger dapat dalam bentuk Penggabungan atau Peleburan. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan baru dan masing-masing perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar.
Dalam menuju merger, perusahaan harus memperhatikan banyak aspek seperti aspek operasional, organisasi, hukum, pajak, akuntansi hingga SDM. Seluruh aspek-aspek tersebut dengan tuntutannya masing-masing saling mempengaruhi dan dapat mengaburkan tujuan utama dari keiinganan untuk merger tersebut. Bahkan pada kasus-kasus tertentu menggagalkan rencana merger tersebut. Oleh sebab itu perusahaan dalam merealisasikan rencana mergernya harus benar-benar memahami aturan main baik yang secara eksplisit maupun implisit.
Merger dan akuisisi merupakan suatu cara pengembangan dan pertumbuhan perusahaan. Merger terjadi ketika dua perusahaan sepakat untuk bergabung dan membentuk perusahaan baru. Konsekuensinya, kedua perusahaan menyerahkan saham mereka dan perusahaan baru itu akan menerbitkan saham sebagai gantinya.
Sinergi adalah kata sakti yang menjadi asalan perusahaan-perusahaan untuk melakukan merger. Dengan melakukan sinergi, mereka berharap bisa memperoleh banyak manfaat. Ini bisa mencakup banyak hal, mulai dari penghematan biaya, perluasan pasar, penguasaan teknologi, akses dana yang lebih besar, dan masih banyak lagi.
Akuisisi berasal dari sebuah kata dalam bahasa Inggris acquisition yang berarti pengambil alihan. Kata akuisisi aslinya berasal dari bahasa latin, acquisitio, dari kata kerja acquirere. Akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau oleh kelompok investor. Akuisisi sering digunakan untuk menjaga ketersediaan pasokan bahan baku atau jaminan produk akan diserap oleh pasar.
Alasan-alasan Melakukan Merger dan AkuisisiAda beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik melalui merger maupun akuisisi, yaitu :
a. Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.
b. SinergiSinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c. Meningkatkan danaBanyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.
d. Menambah ketrampilan manajemen atau teknologiBeberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
e. Pertimbangan pajakPerusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang diakuisisi. Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f. Meningkatkan likuiditas pemilikMerger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
g. Melindungi diri dari pengambilalihanHal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding firm yang berminat
Kelebihan dan Kekurangan Merger dan Akuisisia. Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.
b. SinergiSinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c. Meningkatkan danaBanyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.
d. Menambah ketrampilan manajemen atau teknologiBeberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
e. Pertimbangan pajakPerusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang diakuisisi. Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f. Meningkatkan likuiditas pemilikMerger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
g. Melindungi diri dari pengambilalihanHal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding firm yang berminat
Kelebihan Merger
Pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah dibanding pengambilalihan yang lain Kekurangan Merger
Dibandingkan akuisisi merger memiliki beberapa kekurangan, yaitu harus ada persetujuan dari para pemegang saham masing-masing perusahaan,sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan waktu yang lama.
dari : berbagai macam sumber,
dedicated to : yang lagi buat tugas kuliah,,, semangaat :-)
Kamis, 24 November 2011
Indonesia "Gadai" wilayah udara ke Malaysia
Berita pagi ini di tv one bertajuk Indonesia menggadaikan wilayah udara ke Malaysia, dibantah oleh pihak dinas perhubungan dengan alasan semua itu baru wacana dan bukan menggadaikan melainkan kerjasama bilateral.
Pemerintah sepertinya tidak kapok juga menggadaikan assetnya kepada bangsa lain. Artikel dibawah ini kutipan dari kompas :
"Menggadaikan Papua demi Ketahanan Pangan
Bukannya membuat terobosan kebijakan yang meminimalkan bahaya krisis pangan, pemerintah Indonesia justru menggadaikan Papua lewat program Merauke Integrated Food and Energy Estate.
Persoalan rawan pangan menjadi isu internasional dua tahun terakhir. Indeks harga pangan dunia, termasuk beras, terus merangkak naik. Meskipun Maret 2011 ini ada kecenderungan penurunan indeks harga pangan dunia, harga ini masih lebih tinggi daripada Maret tahun lalu.
Kenaikan harga pangan memicu naiknya harga berbagai kebutuhan masyarakat, dan yang lebih penting adalah kemungkinan terjadinya kekacauan sosial akibat ketidak mampuan masyarakat membeli makanan.
Menyadari bahaya ini, pemerintah Indonesia memunculkan satu solusi praktis dengan membangun lumbung pangan dan bioenergi raksasa di Papua. Namun untuk mewujudkannya pemerintah memilih bekerjasama dengan investor swasta dalam dan luar negeri daripada memperkuat kapasitas pangan masyarakat lokal. Pemerintah juga memilih menyerahkan kelangsungan pangan masyarakat pada pasar ketimbang membangun lumbung pangan rakyat.
Asumsi yang jelas bercirikan neoliberalisme ini diharapkan bisa menjaga stabilitas harga pangan dalam negeri.
Konsekwensi kebijakan
Ada dua hal pokok yang harus kita perhatikan sebagai konsekwensi kebijakan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Pertama, produksi pangan nasional kita akan naik, tapi masyarakat tetap tidak mampu membeli. Kedua, meskipun kelompok elit politik Papua sudah sepakat, bisa saja muncul perlawanan masyarakat karena industrialisasi ini berpotensi memarjinalkan masyarakat lokal di Papua.
Pilihan mekanisme pasar untuk mengatasi krisi pangan sebenarnya sejalan dengan sistem perekonomian yang diacu pemerintah saat ini. Pasar diharapkan bisa menjaga stabilitas harga.
Asumsi ini jelas mewakili paradigma ekonomi yg sangat menyesatkan. Ini mengingat naiknya harga pangan justru akibat kuatnya pasar mengatur tata niaga pangan dunia karena dikuasai mafia perdagangan pangan. Dengan kata lain, sistem pasar dan mafia pangan adalah dua struktur yang berinteraksi melangsungkan ketidakadilan pangan demi keuntungan dan tujuan politik kelompok tertentu.
Menghadapi ini, belum ada satu strategi satu strategi komprehensif dari pemerintah untuk memperkuat kapasitas kedaulatan pangan masyarakat. Padahal kebijakan industri pertanian yang propasar justru akan memicu ancaman krisis pangan di level lokal.\
Dalam konteks Indonesia, salah satu solusi yang ditawarkan adalah sesegera mungkin meminimalkan ketergantungan masyarakat terhadap beras, ini karena bagi sebagian besar masyarakat, beras adalah symbol status sosial. Apapun bisa dimakan, tetapi harus selalu ada beras di rumah. Beras sangat keramat karena menentukan stabilitas rumah tangga dan menjadi indicator kemakmuran keluarga. Rezim Orde Baru berperan besar mengonstruksi pemaknaan ini.
Demikian dramatisnya konstruksi pemaknaan ini sehingga angka konsumsi beras rata-rata nasional 139 kg perkapita pertahun dengan produksi beras 37 juta ton pertahun. Surplus hanya 4 juta ton pertahun membuat Indonesia masuk kategori belum aman sehingga kebijakan impor beras menjadi jawaban paling mudah.
Solusi lain adalah diversifikasi pangan. Meskipun diversifikasi pangan bukanlah gagasan baru, upaya implementasinnya tak mudah. Bagaimana pemerintah ditengah demokratisasi, desentralisasi dan liberalisasi ekonomi ekonomi yang cukup kuat bisa merekonstruksi makna pangan bagi masyarakat?
Dalam hal ini, pilihannya ada tiga. Pertama, menggunakan kembali tangan negara, atau melalui melalui mekanisme pasar. Menggunakan tangan negara berarti beras dikonstruksi seperti pada masa orde baru, dimana akan dibutuhkan tenaga yang cukup besar. Padahal tingkat kepatuhan daerah tidak lagi besar dan tersedia ragam pilihan pangan di pasar.
Pilihan kedua adalah menggunakan tangan pasar untuk mendorong munculnya kebiasaan baru masyarakat mengkonsumsi bahan makanan non beras. Dengan demikian mekanisme pasar menjadi kontrol harga.
Mekanisme lain yang mungkin bisa dilakukan sebagai jalan ketiga adalah mengombinasikan peran negara dan pasar serta member ruang bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam membangun kembali lumbung-lumbung pada skala komunitas.
Adapun langkah yang akan diambil, jangan sampai menyerahkan mekanisme ini pada pasar seluruhnya karena dampaknya akan sulit dikendalikan
Papua digadaikan
Saat ini 552 Ha dari rencana 1,6 juta Ha lahan milik negara di Merauke yang dikelola Kementrian Kehutanan akan diberikan kepada investor-investor swasta dalam bentuk konsesi-konsesi perkebunan raksasa. Konsesi ini diberikan oleh negara sebagai tindak lanjut dari pencanangan Merauke Integrated Food and Energi Estate (MIFEE).
Jutaan hektar lahan itu akan ditanami tanaman pangan seperti jagung, tebu, kedelai, padi dan gandum. Dengan intensifikasi teknologi pertanian serta didukung oleh pakar-pakar pertanian dari berbagai kampus terkemuka, MIFEE diharapkan bisa mengatasi ancaman krisis pangan di Indonesia. Lantas, di mana posisi rakyat Papua?
Sebagaian kalangan memang menyambut baik rencana ini. Mereka beranggapan, selain memenuhi kebutuhan pangan, MIFEE juga akan membantu proses transformasi dan modernisasi di Papua. Benarkah demikian?
Mengingat skala industri MIFEE yang sangat besar maka, dibutuhkan tenaga kerja terlatih dalam jumlah yang banyak, teknologi pertanian tingkat tinggi, penyertaan modal yg cukup besar serta lahan hutan yang sangat luas. Bisa dibayangkan bagaimana rakyat Papua yang belum banyak mengenal sistem pertanian modern, sumberdaya manusia yang terbatas, dan hidup dengan mengandalkan hutan akan bertatap muka dengan industri pertanian raksasa yang modern.
Dalam konteks ini, integrasi sosial macam apa yang disiapkan pemerintah untuk menyatukan dua peradaban yang sangat timpang ini? Sejarah membuktikan bahwa tidak saja di Papua, tetapi juga di perkebunan-perkebunan skala besar yang ada di Jawa dan Sumatera, serta hak penguasaan hutan di Kalimantan, justru memicu banyak konflik dengan masyarakat lokal, bukan suatu integrasi sosial, apalagi transformasi masyarakat sekitar.
Belajar dari hal ini, pemerintah semestinya sadar dan hati-hati. Isu Papua tidak hanya mengenai ketidakadilan tetapi juga melibatkan isu yang sangat sensitif, yaitu disintegrasi nasional. Sungguh tidak bijak menjawab aspirasi disintegrasi yang muncul akibat rasa ketidakadilan itu dengan proyek raksasa MIFEE, yang jelas-jelas akan menguntungkan investor dan meminggirkan sebagian besar masyarakat Papua.
Jika MIFEE dianggap kebijakan yang pro growth, lantas dimana letak kebijakan yang pro poor, pro environment dan pro job yang dicanangkan oleh pemerintah itu?
Jangan gadaikan tanah Papua dengan dalih ketahanan pangan karena yang terjadi adalah zero sum game, ketahanan pangan tidak tercapai, dan kebencian rakyat di Papua justru menguat.
Oleh : Bayu A. Yulianto
Dimuat pada Harian Kompas, Sabtu 28 Mei 2011
Entah yang diperhalus dengan ungkapan "kerjasama bilateral" itu sudah di tanda tangani atau belum, kita berharap semoga tidak menambah perekonomian di negara kita makin terpuruk dan nasionalisme rakyat menjadi luntur dan hilang
Pemerintah sepertinya tidak kapok juga menggadaikan assetnya kepada bangsa lain. Artikel dibawah ini kutipan dari kompas :
"Menggadaikan Papua demi Ketahanan Pangan
Bukannya membuat terobosan kebijakan yang meminimalkan bahaya krisis pangan, pemerintah Indonesia justru menggadaikan Papua lewat program Merauke Integrated Food and Energy Estate.
Persoalan rawan pangan menjadi isu internasional dua tahun terakhir. Indeks harga pangan dunia, termasuk beras, terus merangkak naik. Meskipun Maret 2011 ini ada kecenderungan penurunan indeks harga pangan dunia, harga ini masih lebih tinggi daripada Maret tahun lalu.
Kenaikan harga pangan memicu naiknya harga berbagai kebutuhan masyarakat, dan yang lebih penting adalah kemungkinan terjadinya kekacauan sosial akibat ketidak mampuan masyarakat membeli makanan.
Menyadari bahaya ini, pemerintah Indonesia memunculkan satu solusi praktis dengan membangun lumbung pangan dan bioenergi raksasa di Papua. Namun untuk mewujudkannya pemerintah memilih bekerjasama dengan investor swasta dalam dan luar negeri daripada memperkuat kapasitas pangan masyarakat lokal. Pemerintah juga memilih menyerahkan kelangsungan pangan masyarakat pada pasar ketimbang membangun lumbung pangan rakyat.
Asumsi yang jelas bercirikan neoliberalisme ini diharapkan bisa menjaga stabilitas harga pangan dalam negeri.
Konsekwensi kebijakan
Ada dua hal pokok yang harus kita perhatikan sebagai konsekwensi kebijakan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Pertama, produksi pangan nasional kita akan naik, tapi masyarakat tetap tidak mampu membeli. Kedua, meskipun kelompok elit politik Papua sudah sepakat, bisa saja muncul perlawanan masyarakat karena industrialisasi ini berpotensi memarjinalkan masyarakat lokal di Papua.
Pilihan mekanisme pasar untuk mengatasi krisi pangan sebenarnya sejalan dengan sistem perekonomian yang diacu pemerintah saat ini. Pasar diharapkan bisa menjaga stabilitas harga.
Asumsi ini jelas mewakili paradigma ekonomi yg sangat menyesatkan. Ini mengingat naiknya harga pangan justru akibat kuatnya pasar mengatur tata niaga pangan dunia karena dikuasai mafia perdagangan pangan. Dengan kata lain, sistem pasar dan mafia pangan adalah dua struktur yang berinteraksi melangsungkan ketidakadilan pangan demi keuntungan dan tujuan politik kelompok tertentu.
Menghadapi ini, belum ada satu strategi satu strategi komprehensif dari pemerintah untuk memperkuat kapasitas kedaulatan pangan masyarakat. Padahal kebijakan industri pertanian yang propasar justru akan memicu ancaman krisis pangan di level lokal.\
Dalam konteks Indonesia, salah satu solusi yang ditawarkan adalah sesegera mungkin meminimalkan ketergantungan masyarakat terhadap beras, ini karena bagi sebagian besar masyarakat, beras adalah symbol status sosial. Apapun bisa dimakan, tetapi harus selalu ada beras di rumah. Beras sangat keramat karena menentukan stabilitas rumah tangga dan menjadi indicator kemakmuran keluarga. Rezim Orde Baru berperan besar mengonstruksi pemaknaan ini.
Demikian dramatisnya konstruksi pemaknaan ini sehingga angka konsumsi beras rata-rata nasional 139 kg perkapita pertahun dengan produksi beras 37 juta ton pertahun. Surplus hanya 4 juta ton pertahun membuat Indonesia masuk kategori belum aman sehingga kebijakan impor beras menjadi jawaban paling mudah.
Solusi lain adalah diversifikasi pangan. Meskipun diversifikasi pangan bukanlah gagasan baru, upaya implementasinnya tak mudah. Bagaimana pemerintah ditengah demokratisasi, desentralisasi dan liberalisasi ekonomi ekonomi yang cukup kuat bisa merekonstruksi makna pangan bagi masyarakat?
Dalam hal ini, pilihannya ada tiga. Pertama, menggunakan kembali tangan negara, atau melalui melalui mekanisme pasar. Menggunakan tangan negara berarti beras dikonstruksi seperti pada masa orde baru, dimana akan dibutuhkan tenaga yang cukup besar. Padahal tingkat kepatuhan daerah tidak lagi besar dan tersedia ragam pilihan pangan di pasar.
Pilihan kedua adalah menggunakan tangan pasar untuk mendorong munculnya kebiasaan baru masyarakat mengkonsumsi bahan makanan non beras. Dengan demikian mekanisme pasar menjadi kontrol harga.
Mekanisme lain yang mungkin bisa dilakukan sebagai jalan ketiga adalah mengombinasikan peran negara dan pasar serta member ruang bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam membangun kembali lumbung-lumbung pada skala komunitas.
Adapun langkah yang akan diambil, jangan sampai menyerahkan mekanisme ini pada pasar seluruhnya karena dampaknya akan sulit dikendalikan
Papua digadaikan
Saat ini 552 Ha dari rencana 1,6 juta Ha lahan milik negara di Merauke yang dikelola Kementrian Kehutanan akan diberikan kepada investor-investor swasta dalam bentuk konsesi-konsesi perkebunan raksasa. Konsesi ini diberikan oleh negara sebagai tindak lanjut dari pencanangan Merauke Integrated Food and Energi Estate (MIFEE).
Jutaan hektar lahan itu akan ditanami tanaman pangan seperti jagung, tebu, kedelai, padi dan gandum. Dengan intensifikasi teknologi pertanian serta didukung oleh pakar-pakar pertanian dari berbagai kampus terkemuka, MIFEE diharapkan bisa mengatasi ancaman krisis pangan di Indonesia. Lantas, di mana posisi rakyat Papua?
Sebagaian kalangan memang menyambut baik rencana ini. Mereka beranggapan, selain memenuhi kebutuhan pangan, MIFEE juga akan membantu proses transformasi dan modernisasi di Papua. Benarkah demikian?
Mengingat skala industri MIFEE yang sangat besar maka, dibutuhkan tenaga kerja terlatih dalam jumlah yang banyak, teknologi pertanian tingkat tinggi, penyertaan modal yg cukup besar serta lahan hutan yang sangat luas. Bisa dibayangkan bagaimana rakyat Papua yang belum banyak mengenal sistem pertanian modern, sumberdaya manusia yang terbatas, dan hidup dengan mengandalkan hutan akan bertatap muka dengan industri pertanian raksasa yang modern.
Dalam konteks ini, integrasi sosial macam apa yang disiapkan pemerintah untuk menyatukan dua peradaban yang sangat timpang ini? Sejarah membuktikan bahwa tidak saja di Papua, tetapi juga di perkebunan-perkebunan skala besar yang ada di Jawa dan Sumatera, serta hak penguasaan hutan di Kalimantan, justru memicu banyak konflik dengan masyarakat lokal, bukan suatu integrasi sosial, apalagi transformasi masyarakat sekitar.
Belajar dari hal ini, pemerintah semestinya sadar dan hati-hati. Isu Papua tidak hanya mengenai ketidakadilan tetapi juga melibatkan isu yang sangat sensitif, yaitu disintegrasi nasional. Sungguh tidak bijak menjawab aspirasi disintegrasi yang muncul akibat rasa ketidakadilan itu dengan proyek raksasa MIFEE, yang jelas-jelas akan menguntungkan investor dan meminggirkan sebagian besar masyarakat Papua.
Jika MIFEE dianggap kebijakan yang pro growth, lantas dimana letak kebijakan yang pro poor, pro environment dan pro job yang dicanangkan oleh pemerintah itu?
Jangan gadaikan tanah Papua dengan dalih ketahanan pangan karena yang terjadi adalah zero sum game, ketahanan pangan tidak tercapai, dan kebencian rakyat di Papua justru menguat.
Oleh : Bayu A. Yulianto
Dimuat pada Harian Kompas, Sabtu 28 Mei 2011
Entah yang diperhalus dengan ungkapan "kerjasama bilateral" itu sudah di tanda tangani atau belum, kita berharap semoga tidak menambah perekonomian di negara kita makin terpuruk dan nasionalisme rakyat menjadi luntur dan hilang
Selasa, 22 November 2011
Ilmu hari ini : Hukum Pareto 80/20
Menurut Wikipedia : Prinsip Pareto juga dapat mengacu kepada Efisiensi Pareto.
Prinsip Pareto (bahasa Inggris:The Pareto principle) (juga dikenal sebagai aturan 80-20) menyatakan bahwa untuk banyak kejadian, sekitar 80% daripada efeknya disebabkan oleh 20% dari penyebabnya. Prinsip ini diajukkan oleh pemikir manajemen bisnis Joseph M. Juran, yang menamakannya berdasarkan ekonom Italia Vilfredo Pareto, yang pada 1906 mengamati bahwa 80% daripada tanah di Italia dimiliki oleh 20% dari jumlah populasi.
Usaha yang sangat efektif dan efisien (20% dari keseluruhan usaha) sangat mungkin mengakibatkan hasil yang besar (80% dari keseluruhan hasil). Usaha yang lebih sedikit belum tentu menghasilkan hasil yang sedikit, begitu pula sebaliknya. Namun tentu saja usaha yang sedikit bukan diartikan sebagai usaha yang malas-malasan, semua perlu usaha, namun usaha yang efektif lebih memberikan hasil.
Semoga uraian tersebut bermanfaat dan dapat dipraktekkan.
Prinsip Pareto (bahasa Inggris:The Pareto principle) (juga dikenal sebagai aturan 80-20) menyatakan bahwa untuk banyak kejadian, sekitar 80% daripada efeknya disebabkan oleh 20% dari penyebabnya. Prinsip ini diajukkan oleh pemikir manajemen bisnis Joseph M. Juran, yang menamakannya berdasarkan ekonom Italia Vilfredo Pareto, yang pada 1906 mengamati bahwa 80% daripada tanah di Italia dimiliki oleh 20% dari jumlah populasi.
Usaha yang sangat efektif dan efisien (20% dari keseluruhan usaha) sangat mungkin mengakibatkan hasil yang besar (80% dari keseluruhan hasil). Usaha yang lebih sedikit belum tentu menghasilkan hasil yang sedikit, begitu pula sebaliknya. Namun tentu saja usaha yang sedikit bukan diartikan sebagai usaha yang malas-malasan, semua perlu usaha, namun usaha yang efektif lebih memberikan hasil.
diagram pareto digunakan untuk menunjukkan prioritas pada suatu masalah dimana kepada masalah dominan tersebut dapat dilakukan penyelesaian yang terarah. Fokus penyelesaian terhadap masalah tersebut kemudian akan dapat dilakukan dan dikembangkan lebih lanjut.
Bagaimana cara menggunakannya :
1: Identifikasi dan list permasalahan
Pertama kali, tuliskan daftar permsalahan yang diperlukan untuk memecahkan permasalahan. Apabila dimungkinkan, bicara pada client dan anggota team untuk mendapatkan input dan gambaran dari survey atau sejenisnya yang memungkinkan.
2: Identifikasi akar penyebab dari setiap permasalahan
Untuk setiap masalah, identifikasi penyebab utama dengan berbagai macam teknik, seperti : brainstorming, 5 why, analisisn sebab akibat dan analisis akar penyebab permasalahan3: Skor Permasalahan
Selanjutnya perlu memberikan skor pada setiap permasalahan. Metode yang digunakan tergantung pada permasalahan yang dicoba untuk dipecahkan. Sebagai contoh, jika kita mencoba untuk meningkatkan laba, kita akan memberikan skor permasalahan pada sebanyak apa biaya produksi yang diperlukan. Alternatif lain, jika kita ingin meningkatkan kepuasan konsumen, kita mungkin memberikan skor dasar pada jumlah keluhan yang berhasil ditangani Sebagai contoh, jika ada beberapa dari permasalahan disebabkan oleh kekurangan karyawan, masukkan permasalahan itu kedalam kelompok yang sama4: Kelompok permasalahan bersama berdasarkan akar permasalahan
5: Tambahkan skor pada setiap kelompik permasalahan
Kita dapat menambahkan skor pada setiap kelompok permasalahan. Kelompok dengan skor paling tinggi adalah prioritas utama kita, dan kelompk dengan skor paling rendah adalah prioritas terakhir kita.6: Menjalankan Aksi
Kemudian, yang kita perlukan pertama kali adalah menggabungkan antara penyebab permasalahan tersebut dengan permasalahan yang utama atau grup dari permasalahan tersebut. Pikirkan bahwa skor terendah permasalahan belum tentuSemoga uraian tersebut bermanfaat dan dapat dipraktekkan.
Rabu, 16 November 2011
Hindari 20 Sifat yang Dapat Menghancurkan Diri Anda dalam Kehidupan
Dari buku Personality Plus, bisa disimpulkan kira-kira ada 20 sifat yang bisa menghancurkan diri sendiri, yaitu:
1. Bashful
Sering menghindari perhatian karena malu
2. Unforgiving
Sulit melupakan sakit hati atas ketidakadilan yang dialami, biasa mendendam
3. Resentful
Sering memendam rasa tidak senang akibat tersinggung oleh fakta/khayalannya
4. Fussy
Bersikeras minta perhatian besar pada perincian/hal yang sepele
5. Insecure
Sering merasa sedih/cemas/takut/kurang kepercayaan
6. Unpopular
Suka menuntut orang lain untuk sempurna sesuai keinginannya
7. Hard to please
Suka menetapkan standar yang terlalu tinggi yang sulit dipenuhi oleh orang lain
8. Pessimistic
Sering melihat sisi buruk lebih dulu pada situasi apapun
9. Alienated
Sering merasa terasing/tidak aman, takut jangan-jangan tidak disenangi orang lain
10. Negative attitude
Jarang berpikir positif, sering cuma melihat sisi buruk/gelap setiap situasi
11. Withdrawn
Sering lama-lama menyendiri/menarik diri/mengasingkan diri
12. Too sensitive
Terlalu introspektif/ingin dipahami, mudah tersinggung kalau disalahpahami
13. Depressed
Hampir sepanjang waktu merasa tertekan
14. Introvert
Pemikiran & perhatiannya ditujukan ke dalam, hidup di dalam diri sendiri
15. Moody
Semangatnya sering merosot drastis, apalagi kalo merasa tidak dihargai
16. Skeptical
Tidak mudah percaya, mempertanyakan motif di balik kata-kata
17. Loner
Memerlukan banyak waktu pribadi, cenderung menghindari orang lain
18. Suspicious
Suka curiga/tidak percaya kata-kata orang lain
19. Revengeful
Sadar/tidak sadar sering menahan perasaan, menyimpan dendam, ingin membalas
20. Critical
Suka mengevaluasi/menilai/berpikir/mengkritik secara negatif
Source :
http://www.linkedin.com/share?viewLink=&sid=s674844643&url=http%3A%2F%2Fbit%2Ely%2FvZfKQv&urlhash=ShIz&pk=nhome-chron-split-feed-items&pp=&poster=73091785&uid=5537294157673930752&trk=NUS_UNIU_SHARE-title
1. Bashful
Sering menghindari perhatian karena malu
2. Unforgiving
Sulit melupakan sakit hati atas ketidakadilan yang dialami, biasa mendendam
3. Resentful
Sering memendam rasa tidak senang akibat tersinggung oleh fakta/khayalannya
4. Fussy
Bersikeras minta perhatian besar pada perincian/hal yang sepele
5. Insecure
Sering merasa sedih/cemas/takut/kurang kepercayaan
6. Unpopular
Suka menuntut orang lain untuk sempurna sesuai keinginannya
7. Hard to please
Suka menetapkan standar yang terlalu tinggi yang sulit dipenuhi oleh orang lain
8. Pessimistic
Sering melihat sisi buruk lebih dulu pada situasi apapun
9. Alienated
Sering merasa terasing/tidak aman, takut jangan-jangan tidak disenangi orang lain
10. Negative attitude
Jarang berpikir positif, sering cuma melihat sisi buruk/gelap setiap situasi
11. Withdrawn
Sering lama-lama menyendiri/menarik diri/mengasingkan diri
12. Too sensitive
Terlalu introspektif/ingin dipahami, mudah tersinggung kalau disalahpahami
13. Depressed
Hampir sepanjang waktu merasa tertekan
14. Introvert
Pemikiran & perhatiannya ditujukan ke dalam, hidup di dalam diri sendiri
15. Moody
Semangatnya sering merosot drastis, apalagi kalo merasa tidak dihargai
16. Skeptical
Tidak mudah percaya, mempertanyakan motif di balik kata-kata
17. Loner
Memerlukan banyak waktu pribadi, cenderung menghindari orang lain
18. Suspicious
Suka curiga/tidak percaya kata-kata orang lain
19. Revengeful
Sadar/tidak sadar sering menahan perasaan, menyimpan dendam, ingin membalas
20. Critical
Suka mengevaluasi/menilai/berpikir/mengkritik secara negatif
Source :
http://www.linkedin.com/share?viewLink=&sid=s674844643&url=http%3A%2F%2Fbit%2Ely%2FvZfKQv&urlhash=ShIz&pk=nhome-chron-split-feed-items&pp=&poster=73091785&uid=5537294157673930752&trk=NUS_UNIU_SHARE-title
Diskriminasi dalam dunia kerja yang menyangkut etika berbusana wanita
Menurut Wikipedia, diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan
Sungguh suatu hal yang ironi masih terjadi di negeri yang mayoritas penduduknya muslim, masih terdapat diskriminasi terhadap pencari kerja yang menggunakan pakaian seorang muslimah. Dengan alih-alih bahwa hal itu tidak tertuang secara tertulis di SOP melainkan hanya wacana secara tidak tertulis, seorang pewawancara memberikan keterangan bahwa apabila perusahaan tempat pelamar membuat regulasi bahwa seorang perempuan yang bekerja harus menggunakan rok diatas lutut. Menggelikan sekaligus mengesalkan, mengingat posisi yang ditawarkan adalah level managerial, dimana bukan divisi pemasar yang bertemu dengan customer ataupun front office yang menuntut penampilang yang charming, dimana hal itu masih dianggap acceptable.
Jilbab adalah identitas bagi kaum muslim yang membuat mereka berbeda dengan umat yang lain. Dan seperti halnya suku, jenis kelamin dan aliran politik, hal itu adalah pilihan pribadi yang seharusnya tidak di jadikan acuan pelarangan bagi jenis pekerjaan yang memerlukan skill intelektual dan bukan penampilan fisik. Tetapi kembali lagi bahwa pemerintah dan aturannya tidak dapat menindaklanjuti hal-hal sederhana dan yang muncul hanyalah himbauan, walaupun nyata-nyata bahwa diskriminasi adalah pelanggaran atas kebebasan pribadi masing-masing individu.
Sebenarnya kalau dipikirkan kembali, sangat aneh karena tidak ada relevansi kualitas kerja dengan atribut penutup kepala bernama jilbab. Wanita berjilbab juga bisa berpikir dan berkreasi seperti yang lain, dan yang mereka tawarkan saat melamar pekerjaan adalah kualitas intelektual, bukan penampilan fisiknya.
Semoga saja di masa yang akan datang peluang kerja untuk wanita berjilbab menjadi lebih baik dibanding saat ini dan pemerintah juga memberikan perhatian terhadap masalah yang berbau sara.
Sebenarnya secara general, diskriminasi kerja terhadap wanita tidak hanya dari berpakaian, dibawah ini sedikit ulasannya
What is job discrimination?
Diskriminasi pekerjaan adalah tindakan pembedaan, pengecualian, pengucilan, dan pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, ras, agama, suku, orientasi seksual, dan lain sebagainya yang terjadi di tempat kerja.
Dari data yang kami himpun dari berbagai artikel, rupanya diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja sampai saat ini masih banyak dijumpai di perusahaan-perusahaan. Topik yang kami pilih pun terkait wanita yang kami amati dari segi kasus kehamilan, stereotype gender, dan agama (teruma muslim).
Diskriminasi pekerjaan terhadap wanita hamil
Ada indikasi, beberapa perusahaan banyak yang memasung hak-hak reproduksi perempuan seperti pemberian cuti melahirkan bagi karyawan perempuan dianggap pemborosan dan inefisiensi. Perempuan dianggap mengganggu produktivitas perusahaan sehingga ada perusahaan yang mensyaratkan calon karyawan perempuan diminta untuk menunda perkawinan dan kehamilan selama beberapa tahun apabila mereka diterima bekerja. Syarat ini pun menjadi dalih sebagai pengabdian perempuan kepada perusahaan layaknya anggota TNI yang baru masuk.
Meskipun undang-undang memberi wanita cuti melahirkan selam 3 bulan, yakni 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, wanita yang sedang hamil atau melahirkan masih sering dipecat atau diganti ketika sedang cuti. Hal ini terjadi pada perusahaan yang tidak begitu baik tingkat pendapatannya. Mereka rugi bila harus menanggung biaya atau memberikan gaji bagi yang cuti.
Diskriminasi pekerjaan karena stereotype gender
Tak dipungkiri, dalam masyarakat Indonesia dan beberapa Negara, wanita kebanyakan ditempatkan pada tugas-tugas administrasi dengan bayaran lebih rendah dan tidak ada prospek kenaikan jabatan. Masih ada stereotype yang ‘menjebak’ bahwa wanita identik dengan “penampilan menarik”, hal ini seringkali dicantumkan dalam kriteria persyaratan sebuah jabatan pada lowongan pekerjaan. Pegawai perempuan sering mengalami tindakan yang menjurus pada pelecehan seksual. Misalnya, ketika syarat yang ditetapkan perusahaan adalah harus memakai rok pendek dan cenderung menonjolkan kewanitaannya.
Diskriminasi terhadap wanita muslim
Kasus yang terbaru untuk kategori diskriminasi ini ini adalah terjadi di Inggris. Hanya karena mengenakan busana Muslim, banyak wanita Muslimah berkualitas di Inggris mengalami diskriminasi dalam pekerjaan mereka. Laporan EOC menunjukkan bahwa 90% kaum perempuan Muslim asal Pakistan dan Banglades mendapat gaji yang lebih rendah dan tingkat penganggurannya tinggi.
Kasus lain juga terjadi di Perancis, pada kwartal akhir tahun 2002. Seorang pekerja wanita dipecat perusahaan tempatnya bekerja lantaran menolak menanggalkan jilbab yang dikenakannya saat bekerja. Padahal dirinya telah bekerja di tempat tersebut selama 8 tahun. Menurut laporan BBC News, tindakan ini dipicu oleh tragedi 11 September 2001 adanya pesawat yang menabrak WTC di Amerika Serikat.
Beberapa contoh ekstrim
Kenyataan saat ini bahwa banyak perempuan harus bekerja di luar rumah untuk membantu suami menambah penghasilan keluarga ternyata tidak selamanya dipandang positif. Kejadian yang menimbah Ny. Lilis, istri guru Sekolah Dasar Negeri di Tangerang, menjadi contoh hal ini. Ny. Lilis ditangkap polisi satpol PP atas aturan jam malam bagi wanita yang diindikasikan sebagai pelacur atau pekerja seks komersial.
Pada saat itu, Ny. Lilis sedang menunggu angkutan umum untuk pulang ke rumahnya setelah pulang dari bekerja di sebuah rumah makan pada malam hari. Dengan hanya mencurigai gerak-geriknya dan tanpa ada bukti atau introgasi awal, Ny. Lilis ditangkap begitu saja dan sempat dihukum penjara. Mirisnya lagi, Ny. Lilis saat itu juga sedang hamil. Dia bekerja karena untuk membantu menambah penghasilan suaminya yang habis untuk membayar berbagai pinjaman guna meyambung hidup sehari-hari.
Penyebab terjadinya diskriminasi kerja
Beberapa penyebab yang menimbulkan adanya diskriminasi terhadap wanita dalam pekerjaan, di antaranya, pertama, adanya tata nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia yang umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideologi patriaki). Kedua, adanya bias budaya yang memasung posisi perempuan sebagai pekerja domestik atau dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama dan tak pantas melakukannya.
Ketiga, adanya peraturan perundang-undangan yang masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender, contohnya pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non-upah yang menyebutkan bahwa tunjangan tetap diberikan kepada istri dan anak. Dalam hal ini, pekerja wanita dianggap lajang sehingga tidak mendapat tunjangan, meskipun ia bersuami dan mempunyai anak.
Keempat, masih adanya anggapan bahwa perbedaan kualitas modal manusia, misalnya tingkat pendidikan dan kemampuan fisik menimbulkan perbedaan tingkat produktifitas yang berbeda pula. Ada pula anggapan bahwa kaum wanita adalah kaum yang lemah dan selalu berada pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki.
(http://mishbahulmunir.wordpress.com/2008/08/27/etika-bisnis-diskriminasi-pekerjaan-terhadap-wanita-1/#comment-25521)
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan
Sungguh suatu hal yang ironi masih terjadi di negeri yang mayoritas penduduknya muslim, masih terdapat diskriminasi terhadap pencari kerja yang menggunakan pakaian seorang muslimah. Dengan alih-alih bahwa hal itu tidak tertuang secara tertulis di SOP melainkan hanya wacana secara tidak tertulis, seorang pewawancara memberikan keterangan bahwa apabila perusahaan tempat pelamar membuat regulasi bahwa seorang perempuan yang bekerja harus menggunakan rok diatas lutut. Menggelikan sekaligus mengesalkan, mengingat posisi yang ditawarkan adalah level managerial, dimana bukan divisi pemasar yang bertemu dengan customer ataupun front office yang menuntut penampilang yang charming, dimana hal itu masih dianggap acceptable.
Jilbab adalah identitas bagi kaum muslim yang membuat mereka berbeda dengan umat yang lain. Dan seperti halnya suku, jenis kelamin dan aliran politik, hal itu adalah pilihan pribadi yang seharusnya tidak di jadikan acuan pelarangan bagi jenis pekerjaan yang memerlukan skill intelektual dan bukan penampilan fisik. Tetapi kembali lagi bahwa pemerintah dan aturannya tidak dapat menindaklanjuti hal-hal sederhana dan yang muncul hanyalah himbauan, walaupun nyata-nyata bahwa diskriminasi adalah pelanggaran atas kebebasan pribadi masing-masing individu.
Sebenarnya kalau dipikirkan kembali, sangat aneh karena tidak ada relevansi kualitas kerja dengan atribut penutup kepala bernama jilbab. Wanita berjilbab juga bisa berpikir dan berkreasi seperti yang lain, dan yang mereka tawarkan saat melamar pekerjaan adalah kualitas intelektual, bukan penampilan fisiknya.
Semoga saja di masa yang akan datang peluang kerja untuk wanita berjilbab menjadi lebih baik dibanding saat ini dan pemerintah juga memberikan perhatian terhadap masalah yang berbau sara.
Sebenarnya secara general, diskriminasi kerja terhadap wanita tidak hanya dari berpakaian, dibawah ini sedikit ulasannya
What is job discrimination?
Diskriminasi pekerjaan adalah tindakan pembedaan, pengecualian, pengucilan, dan pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, ras, agama, suku, orientasi seksual, dan lain sebagainya yang terjadi di tempat kerja.
Dari data yang kami himpun dari berbagai artikel, rupanya diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja sampai saat ini masih banyak dijumpai di perusahaan-perusahaan. Topik yang kami pilih pun terkait wanita yang kami amati dari segi kasus kehamilan, stereotype gender, dan agama (teruma muslim).
Diskriminasi pekerjaan terhadap wanita hamil
Ada indikasi, beberapa perusahaan banyak yang memasung hak-hak reproduksi perempuan seperti pemberian cuti melahirkan bagi karyawan perempuan dianggap pemborosan dan inefisiensi. Perempuan dianggap mengganggu produktivitas perusahaan sehingga ada perusahaan yang mensyaratkan calon karyawan perempuan diminta untuk menunda perkawinan dan kehamilan selama beberapa tahun apabila mereka diterima bekerja. Syarat ini pun menjadi dalih sebagai pengabdian perempuan kepada perusahaan layaknya anggota TNI yang baru masuk.
Meskipun undang-undang memberi wanita cuti melahirkan selam 3 bulan, yakni 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, wanita yang sedang hamil atau melahirkan masih sering dipecat atau diganti ketika sedang cuti. Hal ini terjadi pada perusahaan yang tidak begitu baik tingkat pendapatannya. Mereka rugi bila harus menanggung biaya atau memberikan gaji bagi yang cuti.
Diskriminasi pekerjaan karena stereotype gender
Tak dipungkiri, dalam masyarakat Indonesia dan beberapa Negara, wanita kebanyakan ditempatkan pada tugas-tugas administrasi dengan bayaran lebih rendah dan tidak ada prospek kenaikan jabatan. Masih ada stereotype yang ‘menjebak’ bahwa wanita identik dengan “penampilan menarik”, hal ini seringkali dicantumkan dalam kriteria persyaratan sebuah jabatan pada lowongan pekerjaan. Pegawai perempuan sering mengalami tindakan yang menjurus pada pelecehan seksual. Misalnya, ketika syarat yang ditetapkan perusahaan adalah harus memakai rok pendek dan cenderung menonjolkan kewanitaannya.
Diskriminasi terhadap wanita muslim
Kasus yang terbaru untuk kategori diskriminasi ini ini adalah terjadi di Inggris. Hanya karena mengenakan busana Muslim, banyak wanita Muslimah berkualitas di Inggris mengalami diskriminasi dalam pekerjaan mereka. Laporan EOC menunjukkan bahwa 90% kaum perempuan Muslim asal Pakistan dan Banglades mendapat gaji yang lebih rendah dan tingkat penganggurannya tinggi.
Kasus lain juga terjadi di Perancis, pada kwartal akhir tahun 2002. Seorang pekerja wanita dipecat perusahaan tempatnya bekerja lantaran menolak menanggalkan jilbab yang dikenakannya saat bekerja. Padahal dirinya telah bekerja di tempat tersebut selama 8 tahun. Menurut laporan BBC News, tindakan ini dipicu oleh tragedi 11 September 2001 adanya pesawat yang menabrak WTC di Amerika Serikat.
Beberapa contoh ekstrim
Kenyataan saat ini bahwa banyak perempuan harus bekerja di luar rumah untuk membantu suami menambah penghasilan keluarga ternyata tidak selamanya dipandang positif. Kejadian yang menimbah Ny. Lilis, istri guru Sekolah Dasar Negeri di Tangerang, menjadi contoh hal ini. Ny. Lilis ditangkap polisi satpol PP atas aturan jam malam bagi wanita yang diindikasikan sebagai pelacur atau pekerja seks komersial.
Pada saat itu, Ny. Lilis sedang menunggu angkutan umum untuk pulang ke rumahnya setelah pulang dari bekerja di sebuah rumah makan pada malam hari. Dengan hanya mencurigai gerak-geriknya dan tanpa ada bukti atau introgasi awal, Ny. Lilis ditangkap begitu saja dan sempat dihukum penjara. Mirisnya lagi, Ny. Lilis saat itu juga sedang hamil. Dia bekerja karena untuk membantu menambah penghasilan suaminya yang habis untuk membayar berbagai pinjaman guna meyambung hidup sehari-hari.
Penyebab terjadinya diskriminasi kerja
Beberapa penyebab yang menimbulkan adanya diskriminasi terhadap wanita dalam pekerjaan, di antaranya, pertama, adanya tata nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia yang umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideologi patriaki). Kedua, adanya bias budaya yang memasung posisi perempuan sebagai pekerja domestik atau dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama dan tak pantas melakukannya.
Ketiga, adanya peraturan perundang-undangan yang masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender, contohnya pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non-upah yang menyebutkan bahwa tunjangan tetap diberikan kepada istri dan anak. Dalam hal ini, pekerja wanita dianggap lajang sehingga tidak mendapat tunjangan, meskipun ia bersuami dan mempunyai anak.
Keempat, masih adanya anggapan bahwa perbedaan kualitas modal manusia, misalnya tingkat pendidikan dan kemampuan fisik menimbulkan perbedaan tingkat produktifitas yang berbeda pula. Ada pula anggapan bahwa kaum wanita adalah kaum yang lemah dan selalu berada pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki.
(http://mishbahulmunir.wordpress.com/2008/08/27/etika-bisnis-diskriminasi-pekerjaan-terhadap-wanita-1/#comment-25521)
Selasa, 18 Oktober 2011
Telecommuting: Alternatif Untuk Lebih Ramah Lingkungan
Bahasan yang menarik,,, kapan perusahaan di Indonesia menerapkan sistem kerja seperti dibawah ini yah...
(Vibiznews – Strategic) – Aktivitas yang kerap kali dilakukan korporat adalah melaksanakan berbagai Corporate Social Responsibility (CSR) demi tanggung jawab sosial terhadap masyarakat maupun lingkungan. Salah satu bentuk CSR yang dilakukan terhadap lingkungan adalah melawan perubahan iklim. Telecommuting adalah salah satu alternatif yang baik dalam melakukannya.
Telecommuting merupakan gaya kerja fleksibel, dimana karyawan tidak perlu datang ke kantor dan bisa bekerja dengan rumah. Telecommuting lebih berfokus pada hasil kerja, dan tidak mengharuskan kehadiran seseorang di kantor. Sementara itu, mengapa disebut telecommuting, yakni karena telekomunikasi antara atasan atau supervisor dengan Anda dan pekerjaan Anda tetap berjalan dengan teknologi yang kini sudah makin berkembang, misalnya melalui email, instant message hingga video conference.
Studi terbaru yang dirilis oleh Sun Microsystems pada tahun 2008 menunjukkan bahwa hal yang menjadi perusak iklim adalah perjalanan sehari-hari karyawan dari rumah menuju kantor. Studi tersebut menemukan bahwa sekitar 98% emisi karbon yang dihasilkan oleh karyawan bahkan berasal sejak sebelum mereka tiba di kantor. Tentu yang dimaksud adalah emisi karbon dari penggunaan kendaraan selama di perjalanan.
Selain emisi karbon dari kendaraan, penggunaan fasilitas kantor lainnya juga mengkonsumsi energi, antara lain lampu, komputer, Air Conditioner, dan lainnya. Meskipun energi yang dihabiskan untuk menyalakan perlengkapan/peralatan di kantor hanya mengambil proporsi sebanyak 1.7% dari emisi karbon karyawan, namun jika dalam panjang bisa dikurangi, maka dampaknya bisa jadi signifikan.
Sun Microsystems merupakan salah satu pengadopsi sistem telecommuting, seperti halnya IBM. Sekitar 56% karyawan Sun dilaporkan bekerja dari rumah untuk satu atau dua hari per minggu. Dengan melakukannya, maka Sun menyatakan bahwa mereka bisa memangkas emisi CO2 sebanyak 29 ribu metrik ton pada tahun 2007 lalu. Kemudian pada tahun tersebut mereka juga berhasil menghemat biaya properti sebesar $68 juta. Semakin banyak karyawan yang melakukan telecommuting, maka tentunya semakin sedikit ruangan yang dibutuhkan, dan semakin kecil pula biaya energi yang perlu dikeluarkan.
Namun perlu diperhatikan, bahwa tanpa karyawan telecommuting dengan jumlah signifikan, maka tentunya konsumsi energi dan penghematan ruangan tidak akan berdampak banyak. Oleh karena itu, perusahaan harus menjadikan telecommuting sebagai aktivitas reguler dan melibatkan sebagian besar karyawan.
Telcommuting juga menguntungkan bagi karyawan yang melakukannya, karena artinya mereka juga bisa menghemat, terutama dalam hal konsumsi energi, biaya parkir, dan utamanya menghemat waktu, apalagi jika diterapkan di Jakarta yang punya tingkat kemacetan luar biasa dan sungguh membunuh produktivitas. Jika bekerja di rumah, bukan tidak mungkin karyawan bisa menjadi lebih produktif. Telecommuting juga memungkinkan mereka untuk bekerja lebih fleksibel, sehingga tercipta work and life balance, dimana terjadi keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi.
Sayangnya, di Indonesia tren telecommuting ini masih kurang digunakan. Padahal, jika dimanfaatkan dapat menghemat energi dalam jumlah besar, dan lebih lagi, ramah terhadap lingkungan. Maka, apa yang menjadikan perusahaan enggan untuk menerapkan telecommuting?
Mungkin perusahaan tidak siap untuk kehilangan kontrol terhadap anak buahnya. Artinya, mereka belum siap mengelola karyawan dengan sistem telecommuting. Telecommuting jelas membutuhkan skill yang tersendiri dari pemimpin, karena ini tidak semudah seperti yang dibayangkan. Bayangkan saja, pemimpin harus bisa mengelola masing-masing anak buahnya yang berkomunikasi dengan mereka hanya melalui telepon atau internet. Tidak sembarangan orang yang bisa menerapkannya dengan baik.
Memang tidak semua jenis bisnis bisa menerapkan telecommuting, manufaktur, misalnya, dimana pekerja jelas harus hadir ke kantor untuk mengerjakan produksi. Namun, bagi bisnis lain, telecommuting jelas merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan. Selain menghemat konsumsi energi bagi perusahaan dan karyawan, telecommuting juga berkontribusi besar dalam mengurangi dampak terhadap lingkungan.
Jenis telecommuting yang dikenal sekarang ini adalah:
-Work at home, seperti namanya juga para employees bekerja dirumah mereka masing-masing, para employees bebas untuk memilih work place mereka dan jenis ini yang paling populer dari telecommuting.
-Lalu dikenal juga satellite office. Sebenarnya jenis ini hampir sama dengan jika employees bekerja di common-office hanya saja satellite office ini dimaksudkan sebagai central bagi para employees untuk mengurangi waktu dan biaya mereka jika mereka harus commute ke main office.
-Dan dikenal pula Neighborhood Work Center dimana employees dari perusahaan-perusahaan yang berbeda bekerja disatu lokasi kantor yang sama.
(Vibiznews – Strategic) – Aktivitas yang kerap kali dilakukan korporat adalah melaksanakan berbagai Corporate Social Responsibility (CSR) demi tanggung jawab sosial terhadap masyarakat maupun lingkungan. Salah satu bentuk CSR yang dilakukan terhadap lingkungan adalah melawan perubahan iklim. Telecommuting adalah salah satu alternatif yang baik dalam melakukannya.
Telecommuting merupakan gaya kerja fleksibel, dimana karyawan tidak perlu datang ke kantor dan bisa bekerja dengan rumah. Telecommuting lebih berfokus pada hasil kerja, dan tidak mengharuskan kehadiran seseorang di kantor. Sementara itu, mengapa disebut telecommuting, yakni karena telekomunikasi antara atasan atau supervisor dengan Anda dan pekerjaan Anda tetap berjalan dengan teknologi yang kini sudah makin berkembang, misalnya melalui email, instant message hingga video conference.
Studi terbaru yang dirilis oleh Sun Microsystems pada tahun 2008 menunjukkan bahwa hal yang menjadi perusak iklim adalah perjalanan sehari-hari karyawan dari rumah menuju kantor. Studi tersebut menemukan bahwa sekitar 98% emisi karbon yang dihasilkan oleh karyawan bahkan berasal sejak sebelum mereka tiba di kantor. Tentu yang dimaksud adalah emisi karbon dari penggunaan kendaraan selama di perjalanan.
Selain emisi karbon dari kendaraan, penggunaan fasilitas kantor lainnya juga mengkonsumsi energi, antara lain lampu, komputer, Air Conditioner, dan lainnya. Meskipun energi yang dihabiskan untuk menyalakan perlengkapan/peralatan di kantor hanya mengambil proporsi sebanyak 1.7% dari emisi karbon karyawan, namun jika dalam panjang bisa dikurangi, maka dampaknya bisa jadi signifikan.
Sun Microsystems merupakan salah satu pengadopsi sistem telecommuting, seperti halnya IBM. Sekitar 56% karyawan Sun dilaporkan bekerja dari rumah untuk satu atau dua hari per minggu. Dengan melakukannya, maka Sun menyatakan bahwa mereka bisa memangkas emisi CO2 sebanyak 29 ribu metrik ton pada tahun 2007 lalu. Kemudian pada tahun tersebut mereka juga berhasil menghemat biaya properti sebesar $68 juta. Semakin banyak karyawan yang melakukan telecommuting, maka tentunya semakin sedikit ruangan yang dibutuhkan, dan semakin kecil pula biaya energi yang perlu dikeluarkan.
Namun perlu diperhatikan, bahwa tanpa karyawan telecommuting dengan jumlah signifikan, maka tentunya konsumsi energi dan penghematan ruangan tidak akan berdampak banyak. Oleh karena itu, perusahaan harus menjadikan telecommuting sebagai aktivitas reguler dan melibatkan sebagian besar karyawan.
Telcommuting juga menguntungkan bagi karyawan yang melakukannya, karena artinya mereka juga bisa menghemat, terutama dalam hal konsumsi energi, biaya parkir, dan utamanya menghemat waktu, apalagi jika diterapkan di Jakarta yang punya tingkat kemacetan luar biasa dan sungguh membunuh produktivitas. Jika bekerja di rumah, bukan tidak mungkin karyawan bisa menjadi lebih produktif. Telecommuting juga memungkinkan mereka untuk bekerja lebih fleksibel, sehingga tercipta work and life balance, dimana terjadi keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi.
Sayangnya, di Indonesia tren telecommuting ini masih kurang digunakan. Padahal, jika dimanfaatkan dapat menghemat energi dalam jumlah besar, dan lebih lagi, ramah terhadap lingkungan. Maka, apa yang menjadikan perusahaan enggan untuk menerapkan telecommuting?
Mungkin perusahaan tidak siap untuk kehilangan kontrol terhadap anak buahnya. Artinya, mereka belum siap mengelola karyawan dengan sistem telecommuting. Telecommuting jelas membutuhkan skill yang tersendiri dari pemimpin, karena ini tidak semudah seperti yang dibayangkan. Bayangkan saja, pemimpin harus bisa mengelola masing-masing anak buahnya yang berkomunikasi dengan mereka hanya melalui telepon atau internet. Tidak sembarangan orang yang bisa menerapkannya dengan baik.
Memang tidak semua jenis bisnis bisa menerapkan telecommuting, manufaktur, misalnya, dimana pekerja jelas harus hadir ke kantor untuk mengerjakan produksi. Namun, bagi bisnis lain, telecommuting jelas merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan. Selain menghemat konsumsi energi bagi perusahaan dan karyawan, telecommuting juga berkontribusi besar dalam mengurangi dampak terhadap lingkungan.
Jenis telecommuting yang dikenal sekarang ini adalah:
-Work at home, seperti namanya juga para employees bekerja dirumah mereka masing-masing, para employees bebas untuk memilih work place mereka dan jenis ini yang paling populer dari telecommuting.
-Lalu dikenal juga satellite office. Sebenarnya jenis ini hampir sama dengan jika employees bekerja di common-office hanya saja satellite office ini dimaksudkan sebagai central bagi para employees untuk mengurangi waktu dan biaya mereka jika mereka harus commute ke main office.
-Dan dikenal pula Neighborhood Work Center dimana employees dari perusahaan-perusahaan yang berbeda bekerja disatu lokasi kantor yang sama.
Kompetisi Bisnis
Strategi korporasi adalah apakah unit bisnis baru dapat menghasilkan keunggulan bersaing dari hubungannya dengan unit-unit bisnis lain atau dengan induk perusahaan Strategi korporasi merupakan strategi yang dijalankan oleh induk grup perusahaan atau holding company untuk mengatur berbagai perusahaan atau strategic business unit yang ada di bawahnya. Ada empat konsep strategi korporasi yang telah banyak diaplikasikan:
- portfolio management
- restructuring
- transferring skills
- sharing activities
Faktor yang melatar belakangi terjadinya kompetisi bisnis
1. Pendatang Baru.
2. Ancaman produk atau jasa pengganti.
3. Kekuatan Pemasok.
4. Konsumen.
5. Persaingan di antara pemain yang sudah ada.
6. Pemerintah.
Analisis terhadap kompetitor
Mengidentifikasi pesaing sepertinya merupakan tugas perusahaan yang sederhana. Perusahaan lebih mungkin dikalahkan oleh pesaingnya saat ini (yang baru) muncul atau oleh teknologi baru, dibandingkan oleh pesaingnya saat ini.
Untuk menganilis industri dan persaingan, ada empat cara yang harus dilakukan:
1. Definisikan pasar sasaran (target market) kompetitor.
2. Identifikasi pesaing langsung.
3. Ketahui kondisi persaingan (mapping ).
Analisa pasar adalah sebuah penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada permintaan dan ketersediaan dari suatu produk (Carn, 1988). Variabel yang biasa digunakan untuk mengukurnya yaitu : perilaku konsumen, analisa pesaing, potensi konsumen, kekuatan dalam persaingan, dan kunci sukses.
Penciptaan Nilai adalah penambahan nilai baru terhadap kegiatan individu atau kelompok untuk menghasilkan produk/jasa yang lebih cepat, lebih tepat, lebih efisien, lebih bermutu, lebih responsif, dan lebih fleksibel. Sedangkan Proses Bisnis adalah cara yang lebih baik untuk mendeliver atau menyampaikan barang dan jasa kepada pelanggan. Proses bisnis dibagi menjadi empat dimensi, yaitu : Kompetensi Pegawai, Proses Kerja, Pemanfaatan Teknologi, dan Rumusan Strategi.
Michael Porter mengeluarkan teori rantai nilai dalam bukunya yang berjudul “Strategi Persaingan”. Teori ini menjelaskan bagaimana proses penciptaan nilai terjadi di dalam perusahaan melalui suatu aktivitas utama disertai aktivitas pendukung. Menurut Porter, secara umum aktivitas utama itu terdiri dari logistik ke dalam (inbound logistics), operasi dan produksi, logistik ke luar (outbound logistics) atau distribusi, pemasaran dan penjualan, serta layanan kepada pelanggan. Sedangkan aktivitas pendukung semua aktivitas utama di atas secara umum terdiri dari pengadaan (procurement), manajemen sumber daya manusia, pengembangan teknologi (termasuk teknologi informasi), serta infrastruktur kantor yang terdiri dari keuangan, akuntansi, dan administrasi.
Senin, 17 Oktober 2011
BALANCE SCORECARD
Pendekatan sistem pengukuran kinerja diperusahaan disebut Balance Scorecard, berikut ini dikutip beberapa pengertian tentang Balance Scorecard :
Atkinson, Banker, Kaplan and Young(1997) dalam buku Management Accounting,:
Yaitu :” Suatu set dari target dan hasil kinerja yang digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur kinerja yang diarahkan kepada gabungan faktor kritis dari tujuan organisasi.”
Anthony and Govindarajan (1997) dalam buku Management Control System :
Yaitu : “ Suatu alat sistem untuk memfokuskan perusahaan , meningkatkan komunikasi antar tingkatan manjemen, menentukan tujuan organisasi dan memberikan umpan balik yang terus-menerus guna keputusan yang strategis .”
Dari uraian diatas maka, ciri-ciri sistem balance score card, mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Merupakan suatu aspek dari strategi perusahaan.
2. Menetapkan ukuran kinerja melalui mekanisme komunikasi antar tingkatan manajemen
3. Mengevaluasi hasil kinerja secara terus menerus guna perbaikan pengukuran kinerja pada kesempatan selanjutnya.
Balance scorecard mencoba untuk menciptakan suatu gabungan pengukuran strategis, pengukuran finansial dan nonfinansial serta pengukuran ekstern dan intern
Pengukuran perusahaan dapat dipandang menjadi 4 kategori Perspektif ( Kaplan , 1996), yaitu : Perspektif finansial, Perspektif Langganan, Perspektif internal bisnis, serta Perspektif Pembelajaran dan pertumbuhan. Ke empat perspektif ini saling berhubungan dalam sebab akibat, sebagai cara untuk menterjemahkan strategi kedalam tindakan.
Berikut ini tahapan pelaksanaan balance scorecard (Anthony, 1997) sebagai berikut :
1. Mendefinisikan strategi
2. Mendefinisikan pengukuran
3. Mengintegrasikan pengukuran kedalam sistem manajemen
4. Meninjau ukuran yang ditetapkan dan hasilnya, dengan cara terus menerus.
Mendefinisikan strategi ; Balance scorecard membangun hubungan antara strategi dan tindakan opersional,. Untuk memulai operasional perlu organisasi mendefinisikan balance scorecard sesuai dengan mendefinisikan strategi organisasi, secara eksplisit pada tahap ini bahwa sasaran organisasi telah dikembangkan.
Balance Scorecard yang baik juga harus mencerminkan bauran antara pengukuran hasil yang diperoleh dan pengukuran terhadap pemicu kinerja. Pengukuran atas hasil yang diperoleh tidak menunjukkan bagaimana hasil tersebut diperoleh dan tidak memberikan indikasi awal apakah strategi perusahaan dilaksanakan dengan sukses atau tidak. Sebaliknya, pengukuran atas pemicu kinerja, misalnya waktu siklus produksi atau tingkat kerusakan dalam produksi, hanya memberikan informasi apakah perusahaan dapat mencapai perbaikan operasional jangka pendek, tetapi tidak mengungkapkan apakah perbaikan operasional tersebut berdampak pada peningkatan usaha maupun kinerja keuangan.
Langganan:
Postingan (Atom)