Selasa, 18 Oktober 2011

Telecommuting: Alternatif Untuk Lebih Ramah Lingkungan

Bahasan yang menarik,,, kapan perusahaan di Indonesia menerapkan sistem kerja seperti dibawah ini yah...


(Vibiznews – Strategic) – Aktivitas yang kerap kali dilakukan korporat adalah melaksanakan berbagai Corporate Social Responsibility (CSR) demi tanggung jawab sosial terhadap masyarakat maupun lingkungan. Salah satu bentuk CSR yang dilakukan terhadap lingkungan adalah melawan perubahan iklim. Telecommuting adalah salah satu alternatif yang baik dalam melakukannya.
Telecommuting merupakan gaya kerja fleksibel, dimana karyawan tidak perlu datang ke kantor dan bisa bekerja dengan rumah. Telecommuting lebih berfokus pada hasil kerja, dan tidak mengharuskan kehadiran seseorang di kantor. Sementara itu, mengapa disebut telecommuting, yakni karena telekomunikasi antara atasan atau supervisor dengan Anda dan pekerjaan Anda tetap berjalan dengan teknologi yang kini sudah makin berkembang, misalnya melalui email, instant message hingga video conference.
Studi terbaru yang dirilis oleh Sun Microsystems pada tahun 2008 menunjukkan bahwa hal yang menjadi perusak iklim adalah perjalanan sehari-hari karyawan dari rumah menuju kantor. Studi tersebut menemukan bahwa sekitar 98% emisi karbon yang dihasilkan oleh karyawan bahkan berasal sejak sebelum mereka tiba di kantor. Tentu yang dimaksud adalah emisi karbon dari penggunaan kendaraan selama di perjalanan.
Selain emisi karbon dari kendaraan, penggunaan fasilitas kantor lainnya juga mengkonsumsi energi, antara lain lampu, komputer, Air Conditioner, dan lainnya. Meskipun energi yang dihabiskan untuk menyalakan perlengkapan/peralatan di kantor hanya mengambil proporsi sebanyak 1.7% dari emisi karbon karyawan, namun jika dalam panjang bisa dikurangi, maka dampaknya bisa jadi signifikan.
Sun Microsystems merupakan salah satu pengadopsi sistem telecommuting, seperti halnya IBM. Sekitar 56% karyawan Sun dilaporkan bekerja dari rumah untuk satu atau dua hari per minggu. Dengan melakukannya, maka Sun menyatakan bahwa mereka bisa memangkas emisi CO2 sebanyak 29 ribu metrik ton pada tahun 2007 lalu. Kemudian pada tahun tersebut mereka juga berhasil menghemat biaya properti sebesar $68 juta. Semakin banyak karyawan yang melakukan telecommuting, maka tentunya semakin sedikit ruangan yang dibutuhkan, dan semakin kecil pula biaya energi yang perlu dikeluarkan.
Namun perlu diperhatikan, bahwa tanpa karyawan telecommuting dengan jumlah signifikan, maka tentunya konsumsi energi dan penghematan ruangan tidak akan berdampak banyak. Oleh karena itu, perusahaan harus menjadikan telecommuting sebagai aktivitas reguler dan melibatkan sebagian besar karyawan.
Telcommuting juga menguntungkan bagi karyawan yang melakukannya, karena artinya mereka juga bisa menghemat, terutama dalam hal konsumsi energi, biaya parkir, dan utamanya menghemat waktu, apalagi jika diterapkan di Jakarta yang punya tingkat kemacetan luar biasa dan sungguh membunuh produktivitas. Jika bekerja di rumah, bukan tidak mungkin karyawan bisa menjadi lebih produktif. Telecommuting juga memungkinkan mereka untuk bekerja lebih fleksibel, sehingga tercipta work and life balance, dimana terjadi keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi.
Sayangnya, di Indonesia tren telecommuting ini masih kurang digunakan. Padahal, jika dimanfaatkan dapat menghemat energi dalam jumlah besar, dan lebih lagi, ramah terhadap lingkungan. Maka, apa yang menjadikan perusahaan enggan untuk menerapkan telecommuting?
Mungkin perusahaan tidak siap untuk kehilangan kontrol terhadap anak buahnya. Artinya, mereka belum siap mengelola karyawan dengan sistem telecommuting. Telecommuting jelas membutuhkan skill yang tersendiri dari pemimpin, karena ini tidak semudah seperti yang dibayangkan. Bayangkan saja, pemimpin harus bisa mengelola masing-masing anak buahnya yang berkomunikasi dengan mereka hanya melalui telepon atau internet. Tidak sembarangan orang yang bisa menerapkannya dengan baik.
Memang tidak semua jenis bisnis bisa menerapkan telecommuting, manufaktur, misalnya, dimana pekerja jelas harus hadir ke kantor untuk mengerjakan produksi. Namun, bagi bisnis lain, telecommuting jelas merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan. Selain menghemat konsumsi energi bagi perusahaan dan karyawan, telecommuting juga berkontribusi besar dalam mengurangi dampak terhadap lingkungan.

Jenis telecommuting yang dikenal sekarang ini adalah:
-Work at home, seperti namanya juga para employees bekerja dirumah mereka masing-masing, para  employees bebas untuk memilih work place mereka dan jenis ini yang paling populer dari telecommuting.
-Lalu dikenal juga satellite office. Sebenarnya jenis ini hampir sama dengan jika employees bekerja di common-office hanya saja satellite office ini dimaksudkan sebagai central bagi para employees untuk mengurangi waktu dan biaya mereka jika mereka harus commute ke main office.
-Dan dikenal pula Neighborhood Work Center dimana employees dari perusahaan-perusahaan yang berbeda bekerja disatu lokasi kantor yang sama.

Kompetisi Bisnis

Strategi korporasi adalah apakah unit bisnis baru dapat menghasilkan keunggulan bersaing dari hubungannya dengan unit-unit bisnis lain atau dengan induk perusahaan Strategi korporasi merupakan strategi yang dijalankan oleh induk grup perusahaan atau holding company untuk mengatur berbagai perusahaan atau strategic business unit yang ada di bawahnya. Ada empat konsep strategi korporasi yang telah banyak diaplikasikan:
  • portfolio management
  • restructuring
  • transferring skills
  • sharing activities
Faktor yang melatar belakangi terjadinya kompetisi bisnis

1.     Pendatang Baru.
2.     Ancaman produk atau jasa pengganti. 
3.     Kekuatan Pemasok.
4.     Konsumen.
5.     Persaingan di antara pemain yang sudah ada. 
6.     Pemerintah. 

Analisis terhadap kompetitor
Mengidentifikasi pesaing sepertinya merupakan tugas perusahaan yang sederhana. Perusahaan lebih mungkin dikalahkan oleh pesaingnya saat ini (yang baru) muncul atau oleh teknologi baru, dibandingkan oleh pesaingnya saat ini.
Untuk menganilis industri dan persaingan, ada empat cara yang harus dilakukan:
1.      Definisikan pasar sasaran (target market) kompetitor.
2.      Identifikasi pesaing langsung.
3.      Ketahui kondisi persaingan (mapping ). 

Analisa pasar adalah sebuah penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada permintaan dan ketersediaan dari suatu produk (Carn, 1988).  Variabel yang biasa digunakan untuk mengukurnya yaitu : perilaku konsumen, analisa pesaing, potensi konsumen, kekuatan dalam persaingan, dan kunci sukses.
Penciptaan Nilai adalah penambahan nilai baru terhadap kegiatan individu atau kelompok untuk menghasilkan produk/jasa yang lebih cepat, lebih tepat, lebih efisien, lebih bermutu, lebih responsif, dan lebih fleksibel.  Sedangkan Proses Bisnis adalah cara yang lebih baik untuk mendeliver atau menyampaikan barang dan jasa kepada pelanggan. Proses bisnis dibagi menjadi empat dimensi, yaitu : Kompetensi Pegawai, Proses Kerja, Pemanfaatan Teknologi, dan Rumusan Strategi.
Michael Porter mengeluarkan teori rantai nilai dalam bukunya yang berjudul “Strategi Persaingan”. Teori ini menjelaskan bagaimana proses penciptaan nilai terjadi di dalam perusahaan melalui suatu aktivitas utama disertai aktivitas pendukung. Menurut Porter, secara umum aktivitas utama itu terdiri dari logistik ke dalam (inbound logistics), operasi dan produksi, logistik ke luar (outbound logistics) atau distribusi, pemasaran dan penjualan, serta layanan kepada pelanggan. Sedangkan aktivitas pendukung semua aktivitas utama di atas secara umum terdiri dari pengadaan (procurement), manajemen sumber daya manusia, pengembangan teknologi (termasuk teknologi informasi), serta infrastruktur kantor yang terdiri dari keuangan, akuntansi, dan administrasi.

Senin, 17 Oktober 2011

BALANCE SCORECARD

Pendekatan sistem pengukuran kinerja diperusahaan disebut Balance Scorecard, berikut ini dikutip beberapa pengertian tentang Balance Scorecard :
Atkinson, Banker, Kaplan and Young(1997) dalam buku Management Accounting,:
Yaitu :” Suatu set dari  target dan hasil kinerja  yang digunakan sebagai pendekatan untuk         mengukur kinerja  yang diarahkan kepada gabungan faktor kritis dari tujuan organisasi.”
Anthony and Govindarajan (1997) dalam buku Management Control System :
Yaitu : “ Suatu alat sistem untuk memfokuskan perusahaan , meningkatkan komunikasi antar tingkatan manjemen, menentukan tujuan organisasi  dan memberikan umpan balik yang terus-menerus guna keputusan yang strategis .”
Dari uraian diatas maka, ciri-ciri sistem balance score card, mengandung unsur-unsur sebagai  berikut :
1.      Merupakan suatu aspek dari strategi perusahaan.
2.      Menetapkan ukuran kinerja melalui mekanisme komunikasi antar tingkatan manajemen
3.      Mengevaluasi hasil kinerja secara terus menerus  guna perbaikan pengukuran kinerja pada kesempatan selanjutnya.
Balance scorecard  mencoba untuk menciptakan suatu gabungan  pengukuran strategis, pengukuran finansial dan nonfinansial serta pengukuran ekstern dan intern
Pengukuran perusahaan dapat dipandang  menjadi 4 kategori Perspektif ( Kaplan , 1996), yaitu : Perspektif finansial, Perspektif Langganan, Perspektif internal bisnis, serta Perspektif Pembelajaran dan pertumbuhan. Ke empat perspektif ini saling berhubungan dalam sebab akibat, sebagai cara untuk menterjemahkan strategi kedalam tindakan.
Berikut ini tahapan pelaksanaan balance scorecard (Anthony, 1997) sebagai berikut :
1.      Mendefinisikan strategi
2.      Mendefinisikan pengukuran
3.      Mengintegrasikan pengukuran kedalam sistem manajemen
4.      Meninjau ukuran yang ditetapkan dan hasilnya, dengan cara terus menerus.
Mendefinisikan strategi ;  Balance scorecard membangun hubungan antara strategi dan tindakan opersional,. Untuk memulai operasional  perlu organisasi mendefinisikan balance scorecard sesuai dengan mendefinisikan strategi organisasi, secara eksplisit pada tahap ini bahwa sasaran organisasi telah dikembangkan.

Balance Scorecard yang baik juga harus mencerminkan bauran antara pengukuran hasil yang diperoleh dan pengukuran terhadap pemicu kinerja. Pengukuran atas hasil yang diperoleh tidak menunjukkan bagaimana hasil tersebut diperoleh dan tidak memberikan indikasi awal apakah strategi perusahaan dilaksanakan dengan sukses atau tidak. Sebaliknya, pengukuran atas pemicu kinerja, misalnya waktu siklus produksi atau tingkat kerusakan dalam produksi, hanya memberikan informasi apakah perusahaan dapat mencapai perbaikan operasional jangka pendek, tetapi tidak mengungkapkan apakah perbaikan operasional tersebut berdampak pada peningkatan usaha maupun kinerja keuangan.