Kamis, 24 November 2011

Indonesia "Gadai" wilayah udara ke Malaysia

Berita pagi ini di tv one bertajuk Indonesia menggadaikan wilayah udara ke Malaysia, dibantah oleh pihak dinas perhubungan dengan alasan semua itu baru wacana dan bukan menggadaikan melainkan kerjasama bilateral.
Pemerintah sepertinya tidak kapok juga menggadaikan assetnya kepada bangsa lain.  Artikel dibawah ini kutipan dari kompas :
"Menggadaikan Papua demi Ketahanan Pangan
Bukannya membuat terobosan kebijakan yang meminimalkan bahaya krisis pangan, pemerintah Indonesia justru menggadaikan Papua lewat program Merauke Integrated Food and Energy Estate.
Persoalan rawan pangan menjadi isu internasional dua tahun terakhir. Indeks harga pangan dunia, termasuk beras, terus merangkak naik. Meskipun Maret 2011 ini ada kecenderungan penurunan indeks harga pangan dunia, harga ini masih lebih tinggi daripada Maret tahun lalu.
Kenaikan harga pangan memicu naiknya harga berbagai kebutuhan masyarakat, dan  yang lebih penting adalah kemungkinan terjadinya kekacauan sosial akibat ketidak mampuan masyarakat membeli makanan.
Menyadari bahaya ini, pemerintah Indonesia memunculkan satu solusi praktis dengan membangun lumbung pangan dan bioenergi raksasa di Papua. Namun untuk mewujudkannya pemerintah memilih bekerjasama dengan investor swasta dalam dan luar negeri daripada memperkuat kapasitas pangan masyarakat lokal. Pemerintah juga memilih menyerahkan kelangsungan pangan masyarakat pada pasar ketimbang membangun lumbung pangan rakyat.
Asumsi yang jelas bercirikan neoliberalisme ini diharapkan bisa menjaga stabilitas harga pangan dalam negeri.
Konsekwensi kebijakan
Ada dua hal pokok yang harus kita perhatikan sebagai konsekwensi kebijakan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Pertama, produksi pangan nasional kita akan naik, tapi masyarakat tetap tidak mampu membeli. Kedua, meskipun kelompok elit politik Papua sudah sepakat, bisa saja muncul perlawanan masyarakat karena industrialisasi ini berpotensi memarjinalkan masyarakat lokal di Papua.
Pilihan mekanisme pasar untuk mengatasi krisi pangan sebenarnya sejalan dengan sistem perekonomian yang diacu pemerintah saat ini. Pasar diharapkan bisa menjaga stabilitas harga.
Asumsi ini jelas mewakili paradigma ekonomi yg sangat menyesatkan. Ini mengingat naiknya harga pangan justru akibat kuatnya pasar mengatur tata niaga pangan dunia karena dikuasai mafia perdagangan pangan. Dengan kata lain, sistem pasar dan mafia pangan adalah dua struktur yang berinteraksi melangsungkan ketidakadilan pangan demi keuntungan dan tujuan politik kelompok tertentu.

Menghadapi ini, belum ada satu strategi satu strategi komprehensif dari pemerintah untuk memperkuat kapasitas kedaulatan pangan masyarakat. Padahal kebijakan industri pertanian yang propasar justru akan memicu ancaman krisis pangan di level lokal.\
Dalam konteks Indonesia, salah satu solusi yang ditawarkan adalah sesegera mungkin meminimalkan ketergantungan masyarakat terhadap beras, ini karena bagi sebagian besar masyarakat, beras adalah symbol status sosial. Apapun bisa dimakan, tetapi harus selalu ada beras di rumah. Beras sangat keramat karena menentukan stabilitas rumah tangga dan menjadi indicator kemakmuran keluarga. Rezim Orde Baru berperan besar mengonstruksi pemaknaan ini.
Demikian dramatisnya konstruksi pemaknaan ini sehingga angka konsumsi beras rata-rata nasional 139 kg perkapita pertahun dengan produksi beras 37 juta ton pertahun. Surplus hanya 4 juta ton pertahun membuat Indonesia masuk kategori belum aman sehingga kebijakan impor beras menjadi jawaban paling mudah.
Solusi lain adalah diversifikasi pangan. Meskipun diversifikasi pangan bukanlah gagasan baru, upaya implementasinnya tak mudah. Bagaimana pemerintah ditengah demokratisasi, desentralisasi dan liberalisasi ekonomi ekonomi yang cukup kuat bisa merekonstruksi makna pangan bagi masyarakat?
Dalam hal ini, pilihannya ada tiga. Pertama,  menggunakan kembali tangan negara, atau melalui melalui mekanisme pasar. Menggunakan tangan negara berarti beras dikonstruksi seperti pada masa orde baru, dimana akan dibutuhkan tenaga yang cukup besar. Padahal tingkat kepatuhan daerah tidak lagi besar dan tersedia ragam pilihan pangan di pasar.
Pilihan kedua adalah menggunakan tangan pasar untuk mendorong munculnya kebiasaan baru masyarakat mengkonsumsi bahan makanan non beras. Dengan demikian mekanisme pasar menjadi kontrol harga.
Mekanisme lain yang mungkin bisa dilakukan sebagai jalan ketiga adalah mengombinasikan peran negara dan pasar serta member ruang bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam membangun kembali lumbung-lumbung pada skala komunitas.
Adapun langkah yang akan diambil, jangan sampai menyerahkan mekanisme ini pada pasar seluruhnya karena dampaknya akan sulit dikendalikan
Papua digadaikan
Saat ini 552 Ha dari rencana 1,6 juta Ha lahan milik negara di Merauke yang dikelola Kementrian Kehutanan akan diberikan kepada investor-investor swasta dalam bentuk konsesi-konsesi perkebunan raksasa. Konsesi ini diberikan oleh negara sebagai tindak lanjut dari pencanangan Merauke Integrated Food and Energi Estate (MIFEE).
Jutaan hektar lahan itu akan ditanami tanaman pangan seperti jagung, tebu, kedelai, padi dan gandum. Dengan intensifikasi teknologi pertanian serta didukung oleh pakar-pakar pertanian dari berbagai kampus terkemuka, MIFEE diharapkan bisa mengatasi ancaman krisis pangan di Indonesia. Lantas, di mana posisi rakyat Papua?
Sebagaian kalangan memang menyambut baik rencana ini. Mereka beranggapan, selain memenuhi kebutuhan pangan, MIFEE juga akan membantu proses transformasi dan modernisasi di Papua. Benarkah demikian?
Mengingat skala industri MIFEE yang sangat besar maka, dibutuhkan tenaga kerja terlatih dalam jumlah yang banyak, teknologi pertanian tingkat tinggi, penyertaan modal yg cukup besar serta lahan hutan yang sangat luas. Bisa dibayangkan bagaimana rakyat Papua yang belum banyak mengenal sistem pertanian modern, sumberdaya manusia yang terbatas, dan hidup dengan mengandalkan hutan akan bertatap muka dengan industri pertanian raksasa yang modern.
Dalam konteks ini, integrasi sosial macam apa yang disiapkan pemerintah untuk menyatukan dua peradaban yang sangat timpang ini? Sejarah membuktikan bahwa tidak saja di Papua, tetapi juga di perkebunan-perkebunan skala besar yang ada di Jawa dan Sumatera, serta hak penguasaan hutan di Kalimantan, justru memicu banyak konflik dengan masyarakat lokal, bukan suatu integrasi sosial, apalagi transformasi masyarakat sekitar.
Belajar dari hal ini, pemerintah semestinya sadar dan hati-hati. Isu Papua tidak hanya mengenai ketidakadilan tetapi juga melibatkan isu yang sangat sensitif, yaitu disintegrasi nasional. Sungguh tidak bijak menjawab aspirasi disintegrasi yang muncul akibat rasa ketidakadilan itu dengan proyek raksasa MIFEE, yang jelas-jelas akan menguntungkan investor dan meminggirkan sebagian besar masyarakat Papua.
Jika MIFEE dianggap kebijakan yang pro growth, lantas dimana letak kebijakan yang pro poor, pro environment dan pro job yang dicanangkan oleh pemerintah itu?
Jangan gadaikan tanah Papua dengan dalih ketahanan pangan karena yang terjadi adalah zero sum game, ketahanan pangan tidak tercapai, dan kebencian rakyat di Papua justru menguat.
Oleh : Bayu A. Yulianto
Dimuat pada Harian Kompas, Sabtu 28 Mei 2011

Entah yang diperhalus dengan ungkapan "kerjasama bilateral" itu sudah di tanda tangani atau belum, kita berharap semoga tidak menambah perekonomian di negara kita makin terpuruk dan nasionalisme rakyat menjadi luntur dan hilang

Selasa, 22 November 2011

Ilmu hari ini : Hukum Pareto 80/20

Menurut Wikipedia : Prinsip Pareto juga dapat mengacu kepada Efisiensi Pareto.
Prinsip Pareto (bahasa Inggris:The Pareto principle) (juga dikenal sebagai aturan 80-20) menyatakan bahwa untuk banyak kejadian, sekitar 80% daripada efeknya disebabkan oleh 20% dari penyebabnya. Prinsip ini diajukkan oleh pemikir manajemen bisnis Joseph M. Juran, yang menamakannya berdasarkan ekonom Italia Vilfredo Pareto, yang pada 1906 mengamati bahwa 80% daripada tanah di Italia dimiliki oleh 20% dari jumlah populasi.

Usaha yang sangat efektif dan efisien (20% dari keseluruhan usaha) sangat mungkin mengakibatkan hasil yang besar (80% dari keseluruhan hasil). Usaha yang lebih sedikit belum tentu menghasilkan hasil yang sedikit, begitu pula sebaliknya. Namun tentu saja usaha yang sedikit bukan diartikan sebagai usaha yang malas-malasan, semua perlu usaha, namun usaha yang efektif lebih memberikan hasil.
diagram pareto digunakan untuk menunjukkan prioritas pada suatu masalah dimana kepada masalah dominan tersebut dapat dilakukan penyelesaian yang terarah. Fokus penyelesaian terhadap masalah tersebut kemudian akan dapat dilakukan dan dikembangkan lebih lanjut.
Bagaimana cara menggunakannya :

1: Identifikasi dan list permasalahan

Pertama kali, tuliskan daftar permsalahan yang diperlukan untuk memecahkan permasalahan.  Apabila dimungkinkan, bicara pada client dan anggota team untuk mendapatkan input dan gambaran dari survey atau sejenisnya yang memungkinkan.

2: Identifikasi akar penyebab dari setiap permasalahan

Untuk setiap masalah, identifikasi penyebab utama dengan berbagai macam teknik, seperti : brainstorming, 5 why, analisisn sebab akibat dan analisis akar penyebab permasalahan

3: Skor Permasalahan

Selanjutnya perlu memberikan skor pada setiap permasalahan.  Metode yang digunakan tergantung pada permasalahan yang dicoba untuk dipecahkan.  Sebagai contoh, jika kita mencoba untuk meningkatkan laba, kita akan memberikan skor permasalahan pada sebanyak apa biaya produksi yang diperlukan. Alternatif lain, jika kita ingin meningkatkan kepuasan konsumen, kita mungkin memberikan skor dasar pada jumlah keluhan yang berhasil ditangani Sebagai contoh, jika ada beberapa dari permasalahan disebabkan oleh kekurangan karyawan, masukkan permasalahan itu kedalam kelompok yang sama

4: Kelompok permasalahan bersama berdasarkan akar permasalahan

5: Tambahkan skor pada setiap kelompik permasalahan

Kita dapat menambahkan skor pada setiap kelompok permasalahan.  Kelompok dengan skor paling tinggi adalah prioritas utama kita, dan kelompk dengan skor paling rendah adalah prioritas terakhir kita.

6: Menjalankan Aksi

Kemudian, yang kita perlukan pertama kali adalah menggabungkan antara penyebab permasalahan tersebut dengan permasalahan yang utama atau grup dari permasalahan tersebut.  Pikirkan bahwa skor terendah permasalahan belum tentu

Semoga uraian tersebut bermanfaat dan dapat dipraktekkan.

Rabu, 16 November 2011

Hindari 20 Sifat yang Dapat Menghancurkan Diri Anda dalam Kehidupan

Dari buku Personality Plus, bisa disimpulkan kira-kira ada 20 sifat yang bisa menghancurkan diri sendiri, yaitu:
1. Bashful
Sering menghindari perhatian karena malu
2. Unforgiving
Sulit melupakan sakit hati atas ketidakadilan yang dialami, biasa mendendam
3. Resentful
Sering memendam rasa tidak senang akibat tersinggung oleh fakta/khayalannya
4. Fussy
Bersikeras minta perhatian besar pada perincian/hal yang sepele
5. Insecure
Sering merasa sedih/cemas/takut/kurang kepercayaan
6. Unpopular
Suka menuntut orang lain untuk sempurna sesuai keinginannya
7. Hard to please
Suka menetapkan standar yang terlalu tinggi yang sulit dipenuhi oleh orang lain
8. Pessimistic
Sering melihat sisi buruk lebih dulu pada situasi apapun
9. Alienated
Sering merasa terasing/tidak aman, takut jangan-jangan tidak disenangi orang lain
10. Negative attitude
Jarang berpikir positif, sering cuma melihat sisi buruk/gelap setiap situasi
11. Withdrawn
Sering lama-lama menyendiri/menarik diri/mengasingkan diri
12. Too sensitive
Terlalu introspektif/ingin dipahami, mudah tersinggung kalau disalahpahami
13. Depressed
Hampir sepanjang waktu merasa tertekan
14. Introvert
Pemikiran & perhatiannya ditujukan ke dalam, hidup di dalam diri sendiri
15. Moody
Semangatnya sering merosot drastis, apalagi kalo merasa tidak dihargai
16. Skeptical
Tidak mudah percaya, mempertanyakan motif di balik kata-kata
17. Loner
Memerlukan banyak waktu pribadi, cenderung menghindari orang lain
18. Suspicious
Suka curiga/tidak percaya kata-kata orang lain
19. Revengeful
Sadar/tidak sadar sering menahan perasaan, menyimpan dendam, ingin membalas
20. Critical

Suka mengevaluasi/menilai/berpikir/mengkritik secara negatif
Source :
http://www.linkedin.com/share?viewLink=&sid=s674844643&url=http%3A%2F%2Fbit%2Ely%2FvZfKQv&urlhash=ShIz&pk=nhome-chron-split-feed-items&pp=&poster=73091785&uid=5537294157673930752&trk=NUS_UNIU_SHARE-title

Diskriminasi dalam dunia kerja yang menyangkut etika berbusana wanita

Menurut Wikipedia, diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan

Sungguh suatu hal yang ironi masih terjadi di negeri yang mayoritas penduduknya muslim, masih terdapat diskriminasi terhadap pencari kerja yang menggunakan pakaian seorang muslimah.  Dengan alih-alih bahwa hal itu tidak tertuang secara tertulis di SOP melainkan hanya wacana secara tidak tertulis, seorang pewawancara memberikan keterangan bahwa apabila perusahaan tempat pelamar membuat regulasi bahwa seorang perempuan yang bekerja harus menggunakan rok diatas lutut.  Menggelikan sekaligus mengesalkan, mengingat posisi yang ditawarkan adalah level managerial, dimana bukan divisi pemasar yang bertemu dengan customer ataupun front office yang menuntut penampilang yang charming, dimana hal itu masih dianggap acceptable.
Jilbab adalah identitas bagi kaum muslim yang membuat mereka berbeda dengan umat yang lain.  Dan seperti halnya suku, jenis kelamin dan aliran politik, hal itu adalah pilihan pribadi yang seharusnya tidak di jadikan acuan pelarangan bagi jenis pekerjaan yang memerlukan skill intelektual dan bukan penampilan fisik.  Tetapi kembali lagi bahwa pemerintah dan aturannya tidak dapat menindaklanjuti hal-hal sederhana dan yang muncul hanyalah himbauan, walaupun nyata-nyata bahwa diskriminasi adalah pelanggaran atas kebebasan pribadi masing-masing individu.
Sebenarnya kalau dipikirkan kembali, sangat aneh karena tidak ada relevansi kualitas kerja dengan atribut penutup kepala bernama jilbab.  Wanita berjilbab juga bisa berpikir dan berkreasi seperti yang lain, dan yang mereka tawarkan saat melamar pekerjaan adalah kualitas intelektual, bukan penampilan fisiknya. 
Semoga saja di masa yang akan datang peluang kerja untuk wanita berjilbab menjadi lebih baik dibanding saat ini dan pemerintah juga memberikan perhatian terhadap masalah yang berbau sara.

Sebenarnya secara general, diskriminasi kerja terhadap wanita tidak hanya dari berpakaian, dibawah ini sedikit ulasannya
What is job discrimination?
Diskriminasi pekerjaan adalah tindakan pembedaan, pengecualian, pengucilan, dan pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, ras, agama, suku, orientasi seksual, dan lain sebagainya yang terjadi di tempat kerja.
Dari data yang kami himpun dari berbagai artikel, rupanya diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja sampai saat ini masih banyak dijumpai di perusahaan-perusahaan. Topik yang kami pilih pun terkait wanita yang kami amati dari segi kasus kehamilan, stereotype gender, dan agama (teruma muslim).
Diskriminasi pekerjaan terhadap wanita hamil
Ada indikasi, beberapa perusahaan banyak yang memasung hak-hak reproduksi perempuan seperti pemberian cuti melahirkan bagi karyawan perempuan dianggap pemborosan dan inefisiensi. Perempuan dianggap mengganggu produktivitas perusahaan sehingga ada perusahaan yang mensyaratkan calon karyawan perempuan diminta untuk menunda perkawinan dan kehamilan selama beberapa tahun apabila mereka diterima bekerja. Syarat ini pun menjadi dalih sebagai pengabdian perempuan kepada perusahaan layaknya anggota TNI yang baru masuk.
Meskipun undang-undang memberi wanita cuti melahirkan selam 3 bulan, yakni 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, wanita yang sedang hamil atau melahirkan masih sering dipecat atau diganti ketika sedang cuti. Hal ini terjadi pada perusahaan yang tidak begitu baik tingkat pendapatannya. Mereka rugi bila harus menanggung biaya atau memberikan gaji bagi yang cuti.
Diskriminasi pekerjaan karena stereotype gender
Tak dipungkiri, dalam masyarakat Indonesia dan beberapa Negara, wanita kebanyakan ditempatkan pada tugas-tugas administrasi dengan bayaran lebih rendah dan tidak ada prospek kenaikan jabatan. Masih ada stereotype yang ‘menjebak’ bahwa wanita identik dengan “penampilan menarik”, hal ini seringkali dicantumkan dalam kriteria persyaratan sebuah jabatan pada lowongan pekerjaan. Pegawai perempuan sering mengalami tindakan yang menjurus pada pelecehan seksual. Misalnya, ketika syarat yang ditetapkan perusahaan adalah harus memakai rok pendek dan cenderung menonjolkan kewanitaannya.
Diskriminasi terhadap wanita muslim
Kasus yang terbaru untuk kategori diskriminasi ini ini adalah terjadi di Inggris. Hanya karena mengenakan busana Muslim, banyak wanita Muslimah berkualitas di Inggris mengalami diskriminasi dalam pekerjaan mereka. Laporan EOC menunjukkan bahwa 90% kaum perempuan Muslim asal Pakistan dan Banglades mendapat gaji yang lebih rendah dan tingkat penganggurannya tinggi.
Kasus lain juga terjadi di Perancis, pada kwartal akhir tahun 2002. Seorang pekerja wanita dipecat perusahaan tempatnya bekerja lantaran menolak menanggalkan jilbab yang dikenakannya saat bekerja. Padahal dirinya telah bekerja di tempat tersebut selama 8 tahun. Menurut laporan BBC News, tindakan ini dipicu oleh tragedi 11 September 2001 adanya pesawat yang menabrak WTC di Amerika Serikat.
Beberapa contoh ekstrim
Kenyataan saat ini bahwa banyak perempuan harus bekerja di luar rumah untuk membantu suami menambah penghasilan keluarga ternyata tidak selamanya dipandang positif. Kejadian yang menimbah Ny. Lilis, istri guru Sekolah Dasar Negeri di Tangerang, menjadi contoh hal ini. Ny. Lilis ditangkap polisi satpol PP atas aturan jam malam bagi wanita yang diindikasikan sebagai pelacur atau pekerja seks komersial.
Pada saat itu, Ny. Lilis sedang menunggu angkutan umum untuk pulang ke rumahnya setelah pulang dari bekerja di sebuah rumah makan pada malam hari. Dengan hanya mencurigai gerak-geriknya dan tanpa ada bukti atau introgasi awal, Ny. Lilis ditangkap begitu saja dan sempat dihukum penjara. Mirisnya lagi, Ny. Lilis saat itu juga sedang hamil. Dia bekerja karena untuk membantu menambah penghasilan suaminya yang habis untuk membayar berbagai pinjaman guna meyambung hidup sehari-hari.
Penyebab terjadinya diskriminasi kerja
Beberapa penyebab yang menimbulkan adanya diskriminasi terhadap wanita dalam pekerjaan, di antaranya, pertama, adanya tata nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia yang umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideologi patriaki). Kedua, adanya bias budaya yang memasung posisi perempuan sebagai pekerja domestik atau dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama dan tak pantas melakukannya.
Ketiga, adanya peraturan perundang-undangan yang masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender, contohnya pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non-upah yang menyebutkan bahwa tunjangan tetap diberikan kepada istri dan anak. Dalam hal ini, pekerja wanita dianggap lajang sehingga tidak mendapat tunjangan, meskipun ia bersuami dan mempunyai anak.
Keempat, masih adanya anggapan bahwa perbedaan kualitas modal manusia, misalnya tingkat pendidikan dan kemampuan fisik menimbulkan perbedaan tingkat produktifitas yang berbeda pula. Ada pula anggapan bahwa kaum wanita adalah kaum yang lemah dan selalu berada pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki.
(http://mishbahulmunir.wordpress.com/2008/08/27/etika-bisnis-diskriminasi-pekerjaan-terhadap-wanita-1/#comment-25521)