Dibawah ini kutipan beritanya :
INILAH.COM, Jakarta - Keterlibatan anggota parlemen Inggris di Papua dengan memfasilitasi konferensi International Parliamentary for West Papua (IPWP) untuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan bentuk intervensi asing terhadap kedaulatan RI.
Pendapat tersebut disampaikan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie M Massardi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (7/8/2011). “Meskipun belum menjadi langkah resmi pemerintah Inggris, hal ini merupakan fakta nyata adanya campur tangan asing di Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya, di Oxford Inggris diselenggarakan konferensi yang digagas International Lawyers for West Papua (ILWP). Konferensi itu mengangkat tema tentang kemerdekaan Papua Barat, yakni "West Papua? The Road to Freedom". ILWP diduga dimotori oleh oknum anggota Parlemen Inggris.
Adhie menjelaskan, secara umum, di Papua tidak sedang terjadi pergolakan serius yang bisa ditafsirkan sebagai "keadaan bahaya" yang mengancam terjadinya pelanggaran HAM. Sehingga, Papua tidak layak menjadi urusan masyarakat Internasional.
Semua ini terjadi akibat lemahnya tata kelola pemerintah. “Dalam kasus OPM yang makin dapat dukungan Inggris, ini 100% merupakan cermin kegagalan politik luar negeri RI. Dampaknya, dalam beberapa pekan ke depan akan ada kegentingan di Papua.”
Adhie berpandangan, DPR dan para pemimpin politik nasional untuk membicarakan hal tersebut untuk segera menentukan langkah. Langkah itu perlu dilakukan karena menurut Adhie SBY pasti akan lamban menyikapi hal ini.
“Apabila kita, terutama para pemimpin politik tidak segera bertindak, dalam tempo setahun setelah ini, Organisasi Papua Merdeka (OPM) akan mendapat dukungan luas di dunia Internasional. Kalau sudah begitu, lepasnya Papua dari NKRI tinggal menunggu hari.”
Bertahun-tahun di bangku sekolah kita dijejali dengan ilmu pendidikan kewarganegaraan, ataupun sejenisnya, yang berisikan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang sangat indah bunyinya. Yang kita herankan, dari tatanan masyarakat kelompok kecil yang bernama keluarga sampai dengan tatanan terbesar yaitu negara, ternyata norma-norma tersebut terkikis dengan sendirinya, entah oleh kemilau materi ataupun kepentingan lain yang akhirnya menimbulkan keberpihakan pada individu masing-masing. Yang terjadi sungguh berbanding terbalik.. Ajaran yang kita terima adalah "kepentingan umum diatas kepentingan pribadi atau golongan".... Kemana pasal itu tatkala para anggota dewan mengadakan konverensi dan rapat ? Ataukah apabila sudah menjadi anggota dewan atau pemerintahan tidak lagi perlu mengamalkan pendidikan kewarganegaraan, atau perlu diusulkan oleh rakyat untuk diadakan penataran ulang ? Sungguh menyedihkan negara ini.
Kalaupun ada negara lain yang melakukan intervensi terhadap hal-hal yang termasuk kedalam wilayah kedaulatan negara, mengapa pemerintah tidak dapat menegur dan memberikan sangsi ? Ataukah memang negara lain tersebut diminta oleh rakyat yang notabene adalah warga negara Indonesia, tetapi tidak diperlakukan sama dengan warga negara Indonesia di kepulauan lain ? Banyak kemungkinan penyebabnya, tetapi hal itu tidak akan terjadi selama pemerintah dapat berbuat "adil" kepada rakyatnya.
Banyak hal yang ingin saya keluhkan apabila topiknya adalah pemerintah, dimana seolah-olah tidak ada pemerintah saat kita berjalan ke luar pulau jawa utamanya di daerah terpencil. Di saat penduduk perbatasan yang lebih memilih menjadi penduduk negara lain karena kenyamanan fasilitas yang mereka tawarkan jauh melebihi yang didapatkan apabila menjadi penduduk negeri ini. Infrastruktur di pulau Jawa dan Bali utamanya yang sangat timpang dibandingkan dengan pulau-pulau lain di negeri ini, dimana bahkan masalah yang sangat pokok dan sudah diatur dalam undang - undang seperti listrik dan air pun tidak dikelola dengan benar.
Apakah negara ini miskin ?? Jawab nya : TIDAK
Tetapi karena ada kantong-kantong uang yang yang harus diisi saat pemerintah mengucurkan dana ke daerah, menyebabkan ketidak merataan terjadi.
Belum lagi adanya kerjasama-kerjasama yang ditanda tangani oleh pemerintah dengan pihak asing yang ternyata hasilnya tidak dapat dinikmati oleh penduduk setempat. Makin lengkaplah pemicu yang membuat memanasnya hubungan pemerintah dan rakyat. Sangat dimengerti apabila ketidakpuasan tersebut dapat berdampak pada perpecahan bangsa ini. Dan apabila mereka merasa tidak mendapatkan keadilan, kemudian mereka mencari keadilan diluar sana, merupakan hal yang wajar.
Belakangan juga sangat marak masalah TKI yang mengalami nasib yang mengenaskan di negeri orang. Terlepas dari kesalahan TKI itu sendiri, mengapa pemerintah menjadi pihak yang terakhir mengetahui ataupun dikonfirmasi terntang masalah seperti ini ? Kemana pemerintah disaat mereka dibutuhkan ? Mengapa masalah tersebut tidak pernah terjadi di masa yang lalu ? Ataukah memang citra pemerintah saat ini di mata internasional begitu tidak berharga, sehingga kedaulatannya pun dilanggar dan dilecehkan oleh negara lain ?
Semoga pemerintah cepat tanggap menanggapi masalah yang terjadi di Papua, sebelum kejadian Timor Leste terulang kembali.
Sebelumnya, di Oxford Inggris diselenggarakan konferensi yang digagas International Lawyers for West Papua (ILWP). Konferensi itu mengangkat tema tentang kemerdekaan Papua Barat, yakni "West Papua? The Road to Freedom". ILWP diduga dimotori oleh oknum anggota Parlemen Inggris.
Adhie menjelaskan, secara umum, di Papua tidak sedang terjadi pergolakan serius yang bisa ditafsirkan sebagai "keadaan bahaya" yang mengancam terjadinya pelanggaran HAM. Sehingga, Papua tidak layak menjadi urusan masyarakat Internasional.
Semua ini terjadi akibat lemahnya tata kelola pemerintah. “Dalam kasus OPM yang makin dapat dukungan Inggris, ini 100% merupakan cermin kegagalan politik luar negeri RI. Dampaknya, dalam beberapa pekan ke depan akan ada kegentingan di Papua.”
Adhie berpandangan, DPR dan para pemimpin politik nasional untuk membicarakan hal tersebut untuk segera menentukan langkah. Langkah itu perlu dilakukan karena menurut Adhie SBY pasti akan lamban menyikapi hal ini.
“Apabila kita, terutama para pemimpin politik tidak segera bertindak, dalam tempo setahun setelah ini, Organisasi Papua Merdeka (OPM) akan mendapat dukungan luas di dunia Internasional. Kalau sudah begitu, lepasnya Papua dari NKRI tinggal menunggu hari.”
Bertahun-tahun di bangku sekolah kita dijejali dengan ilmu pendidikan kewarganegaraan, ataupun sejenisnya, yang berisikan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang sangat indah bunyinya. Yang kita herankan, dari tatanan masyarakat kelompok kecil yang bernama keluarga sampai dengan tatanan terbesar yaitu negara, ternyata norma-norma tersebut terkikis dengan sendirinya, entah oleh kemilau materi ataupun kepentingan lain yang akhirnya menimbulkan keberpihakan pada individu masing-masing. Yang terjadi sungguh berbanding terbalik.. Ajaran yang kita terima adalah "kepentingan umum diatas kepentingan pribadi atau golongan".... Kemana pasal itu tatkala para anggota dewan mengadakan konverensi dan rapat ? Ataukah apabila sudah menjadi anggota dewan atau pemerintahan tidak lagi perlu mengamalkan pendidikan kewarganegaraan, atau perlu diusulkan oleh rakyat untuk diadakan penataran ulang ? Sungguh menyedihkan negara ini.
Kalaupun ada negara lain yang melakukan intervensi terhadap hal-hal yang termasuk kedalam wilayah kedaulatan negara, mengapa pemerintah tidak dapat menegur dan memberikan sangsi ? Ataukah memang negara lain tersebut diminta oleh rakyat yang notabene adalah warga negara Indonesia, tetapi tidak diperlakukan sama dengan warga negara Indonesia di kepulauan lain ? Banyak kemungkinan penyebabnya, tetapi hal itu tidak akan terjadi selama pemerintah dapat berbuat "adil" kepada rakyatnya.
Banyak hal yang ingin saya keluhkan apabila topiknya adalah pemerintah, dimana seolah-olah tidak ada pemerintah saat kita berjalan ke luar pulau jawa utamanya di daerah terpencil. Di saat penduduk perbatasan yang lebih memilih menjadi penduduk negara lain karena kenyamanan fasilitas yang mereka tawarkan jauh melebihi yang didapatkan apabila menjadi penduduk negeri ini. Infrastruktur di pulau Jawa dan Bali utamanya yang sangat timpang dibandingkan dengan pulau-pulau lain di negeri ini, dimana bahkan masalah yang sangat pokok dan sudah diatur dalam undang - undang seperti listrik dan air pun tidak dikelola dengan benar.
Apakah negara ini miskin ?? Jawab nya : TIDAK
Tetapi karena ada kantong-kantong uang yang yang harus diisi saat pemerintah mengucurkan dana ke daerah, menyebabkan ketidak merataan terjadi.
Belum lagi adanya kerjasama-kerjasama yang ditanda tangani oleh pemerintah dengan pihak asing yang ternyata hasilnya tidak dapat dinikmati oleh penduduk setempat. Makin lengkaplah pemicu yang membuat memanasnya hubungan pemerintah dan rakyat. Sangat dimengerti apabila ketidakpuasan tersebut dapat berdampak pada perpecahan bangsa ini. Dan apabila mereka merasa tidak mendapatkan keadilan, kemudian mereka mencari keadilan diluar sana, merupakan hal yang wajar.
Belakangan juga sangat marak masalah TKI yang mengalami nasib yang mengenaskan di negeri orang. Terlepas dari kesalahan TKI itu sendiri, mengapa pemerintah menjadi pihak yang terakhir mengetahui ataupun dikonfirmasi terntang masalah seperti ini ? Kemana pemerintah disaat mereka dibutuhkan ? Mengapa masalah tersebut tidak pernah terjadi di masa yang lalu ? Ataukah memang citra pemerintah saat ini di mata internasional begitu tidak berharga, sehingga kedaulatannya pun dilanggar dan dilecehkan oleh negara lain ?
Semoga pemerintah cepat tanggap menanggapi masalah yang terjadi di Papua, sebelum kejadian Timor Leste terulang kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar