Senin, 12 November 2012
Mean What you say and say what you mean
Dialog TVRI kali ini menarik,, tentang magneto gubernur dki jokowi. Bagaimana sikap dan tindakannya sesuai dan komitmennya untuk berusaha memenuhi janji-janji semasa kampanye. Tanpa perlu polesan jokowi mampu menarik simpati masyarakat jakarta yang tadinya ogah-ogahan berpartisipasi dalam pemilihan.
Salah satu pembicara mengutarakan pendapat bahwa, jokowi mempunyai salah satu kriteria seorang pemimpin, yaitu "you say what you mean and you mean what you say".
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan sesuai.
Kita sering berpikir tentang keterampilan berkomunikasi dari sudut pandang umum: konferensi pers, wawancara, atau pidato, tetapi beberapa dari komunikasi yang paling penting sering terjadi pada komunikasi antara atasan dan karyawan, rekan kerja, keluarga dan teman
Meskipun yang terjadi berbeda dalam setiap situasi, kebanyakan konflik dan perselisihan antara audience terjadi karena kesalahpahaman. Ketika kita tidak jelas tentang kata-kata dan maknanya, kita akan mendapatkan tatapan, ekspresi bingung dan bimbang.
Aturan yang baik dibuat untuk mengingat bahwa itu adalah kewajiban pembicara adalah untuk berbicara yang dapat dipahami. Pemimpin yang dihormati selalu bertanggung jawab pada pesan yang mereka sampaikan, memastikan pesan mereka dipahami daripada mengharapkan pendengar untuk menguraikan makna
Berikut adalah tiga tips untuk membantu Anda menyusun pesan yang lebih baik, sehingga mengurangi kesalahpahaman:
~. Mengatakan apa yang Anda maksud: Kedengarannya mudah, ya? Mengatakan apa yang Anda maksud lebih baik daripada memilih kata-kata Anda dan menyatakan. Kata-kata, setelah semuanya, memiliki tiga maksud: apa maksudmu, apa yang pendengar pikirkan tentang maksud anda dan definisi secara kamus
Membuat pendengar mempunyai persepsi yang sama dengan pembicara adalah puncak kesuksesan setiap pembicara. Satu hal yang harus diperjelas saat mengatakan maksud anda adalah memikirkan apa yang anda katakan dari sudut pandang pendengar. Pemilihan bahasa tergantung pada pembicara asalkan sesuai dengan pesan dan maksud yang akan disampaikan. Hal ini lebih baik daripada memilih kata-kata yang membuat pendengar harus berpikir keras untuk memahami apa yang kita katakan
~. Maksudkanlah apa yang anda katakan. Dalam memaksudkan apa yang anda katakan, anda harus sangat tegas dan terarah dalam mengkomunikasikan pesan yang akan disampaikan. Jika pesan anda hanya seperti omongan tentang topik tersebut, anda akan menyesatkan pendengar. Jika anda tidak bermaksud mengatakan sesuatu, lebih baik untuk tetap diam, supaya tidak terjadi kesalahan audience menangkap maksud dari pesan yang akan disampaikan.
~. Gambarkan atau peragakan pesan anda. Sekali anda mengutarakan maksud anda dan memaksudkan apa yang anda utarakan, anda akan membawa pendengar selangkah lebih mendekat kepada maksud dari pesan tersebut. Cara termudah untuk melakukannya adalah dengan kata yang deskriptif dan contoh-contoh yang memperjelas pesan. Kata-kata deskriptif tidak selalu kata-kata yang besar, dan mereka harus digunakan untuk membuat pesan anda lebih ringkas, daripada digunakan untuk memamerkan kosa kata Anda. Berpikir dari perbedaan dalam pesan yang menggunakan istilah-istilah ini: minuman, minuman dingin, dan minuman es dingin. Lihatlah bagaimana seluk-beluk kata-kata dibuat untuk memperjelas sebuah pesan. Menggunakan contoh atau ilustrasi lebih lanjut menjelaskan pesan Anda, lagi mencegah kebingungan dan kesalahpahaman. Menggunakan contoh dari paragraf terakhir, kita dapat mengatakan " saya menginginkan sesuatu untuk diminum, air dingin, dalam gelas yang besar ditambah dengan es".
Sementara tiga langkah ini mungkin sedikit canggung dan sulit, saat kita mengaplikasikan tiga konsep diatas untuk keseharian berkomunikasi, kita akan segera melihat seberapa cepat keahlian komunikasi kita meningkat.
Hal ini benar, bahwa komunikasi adalah kemampuan yang akan meningkat dengan latihan yang terus menerus.
Rabu, 04 April 2012
ITP dalam Kehamilan
Idiopatik Trombositipenia Purpura ( ITP)
Idiopatik Trombositipenia Purpura ( ITP) adalah kelainan hematologis dimana ditemukan adanya penurunan jumlah trombosis di bawah normal ( trombositopenia), dengan disertai manifestasi klinis berupa perdarahan di kulit (purpura) dan kadang disertai manifestasi perdarahan lain (misal epistaksis) tanpa ditemukan sebab sistemik atau toksisitas yang jelas. ITP merupakan proses autoimun. 6
Epidemiologi
Di Amerika Serikat kasus ITP dalam kehamilan meliputi 1-2 kasus per 1000 kehamilan. ITP kadang terdiagnosa selama kehamilan, tetapi sebagian besar kasus telah terdiagnosa sebelum kehamilan, dimana wanita telah memiliki riwayat ITP. Di Finlandia prevalensi ITP dalam kehamilan juga mencapai 1.8 kasus dari 1000 kehamilan, sedangkan untuk prevalensi dunia sampai sekarang belum ada data yang adekuat. ITP meliputi 3% kasus trombositopenia pada wanita melahirkan. 1.7.9
ITP dapat terjadi pada semua ras, dan terutama menyerang wanita dengan ratio 3:1. ITP seringkali terdiagnosa pada usia reproduksi terutama decade 2-3 (usia remaja dan dewasa muda). 4.7
Risiko ITP pada kehamilan terutama adalah terjadinya perdarahan, terutama bila kadar trombosit < 20.000/mL. Akan tetapi di Amerika sampai sekarang belum dilaporkan adanya kasus kematian pada pasien ITP yang hamil selama 20 tahun terakhir, dengan morbiditas minimal bila diberikan terapi yang adekuat selama kehamilan dan persalinan. Adapun risiko terjadinya trombositopenia neonatal juga jarang terjadi kecuali pada kasus dengan splenektomi. 7.1 Patofisiologi Trombositopenia pada ITP merupakan proses autoimun dimana terjadi perusakan trombosit yang dimediasi oleh autoantibodi antitrombosit yang terikat pada antigen permukaan sel. Trombosit yang telah memiliki kompleks antigen antibodi ini kemudian akan dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial. Autoantibodi antitrombosit tersebut dapat melewati sawar darah plasenta, sehingga dapat mempengaruhi ibu dan janinnya. 1.7 Diagnosis Idiopatik Trombositopenia Purpura adalah diagnosis eksklusi, yaitu diagnosis setelah diagnosis diferensial lain telah tersingkirkan. Idiopatik trombositopenia purpura sendiri ditegakkan bila ditemukan antara lain adanya purpura pada kulit, uji tourniquete positif, jumlah trombosit kurang dari 100.000/mL, adanya perpanjangan masa perdarahan, waktu pembekuan, serta gangguan koagulasi lainnya, dengan jumlah megakariosit dalam sumsum tulang lebih banyak, dengan tanpa ditemukan adanya kelainan sistemik maupun toksisitas obat atau racun, dan tidak ditemukan pula splenomegali. Lebih dari 80% kasus ITP berhubungan dengan antibodi antiplatelet, tetapi adanya antibodi antiplatelet ini bukan merupakan kriteria diagnosis untuk ITP. 7.11 ITP juga bisa terlihat dan terdiagnosa pada saat kehamilan. Karena sangat sulit membedakan diagnosis antara ITP dan trombositopenia gestational Bahkan dengan pemeriksaan antibodi antitrombosit, kecuali bila terdapat penurunan trombosit yang drastik tanpa ditemukan penyebab lain untuk trombositopenia. pun tidak. ITP ringan sampai sedang merupakan kondisi yang sering ditemui pada akhir kehamilan, tanpa ditemui manifestasi klinis yang berarti. Akan tetapi untuk mendiagnosis ITP hendaknya dilakukan pemeriksaan dan evaluasi ulang post partum. 7.8.11 Klasifikasi Berdasar derajat trombositopenia, Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP) dapat dibagi menjadi 7..10 : 1. Ringan bila kadar trombosit dalam darah > 50.000/mL, dan berhubungan dengan risiko perdarahan bila terjadi trauma.
2. Sedang adalah trombositopenia dengan kadar 10-50.000/mL, dapat menyebabkan perdarahan spontan, tetapi biasanya tidak serius dan tidak begitu banyak.
3. Berat bila kadar trombosit < 10.000/mL Perdarahan massif spontan dapat terjadi. Penatalaksanaan Penatalaksanaan ITP harus dilakukan menyeluruh dengan melibatkan wanita hamil dan keluarga. Terapi dapat berupa terapi medikamentosa dan terapi pembedahan. Terapi medikamentoda merupakan terapi jangka panjang dengan efek samping yang harus dimonitor dengan baik terutama pada kehamilan sehingga tidak terjadi efek yang merugikan ibu maupun janinnya. Antenatal Care yang baik dan teratur, dengan pemeriksaan darah rutin, disertai kepatuhan ibu serta ketelitian dokter dan tenaga kesehatan akan memberikan hasil terapi yang optimal. 3. Medikamentosa Terapi medikamentosa terutama ditujukan untuk menekan proses imunologis yang terjadi ndalam tubuh serta mengatasi/mengkoreksi jumlah trombosit bila terjadi perdarahan atau defisiensi hebat. 3.6.7. a. Kortikosteroid Terapi utama ITP adalah kortikosteroid, immunoglobulin intravena (IVIG), dan splenectomy. Masib terdapat kontroversi mengenai efek kortikosteroid terutama terhadap terjadinya malformasi kongenital. Akan tetapi steroid memiliki efek samping yang cukup membahayakan antara lain hiperglikemia, hipertensi, dan osteoporosis. Tetapi sampai saat ini pemberian prednisolon dengan dosis 1mg/kg/hari masih merupakan obat lini pertama untuk ITP yang direkomendasikan, akan tetapi dalam penggunaan jangka pendek. Penggunaan ini dapat ditappering off setelah terjadi respon positif. Dosis steroid tinggi dapat diberikan lagi pada minggu-minggu akhir mendekati persalinan. Kortikosteroid lain yang digunakan adalah dexamethasone 40mg/hari selama 4 bulan. b. Immunoglobulin Alternatif lain adalah pemderian IVIG dengan dosis 0.4 g/kg/hari selamalimahari. Terapi ini akan menyebabkan remisi pada sekitar 75% pasien, dan dapat berlangsung selama tiga sampai empat minggu. Imunoglobulin tersebut dapat menembus sawar plasenta akan berefek yang sama dalam darah janin, yaitu dengan memblokade reseptor Fc dalam sistem makrofag monosit. Karena kadang ditemui reaksi alergi, maka sebaiknya penggunaan IVIG hanya diberikan pada kasus yang serius, misalnya bila sudah terjadi perdarahan, dan tidak diberikan sebagai profilaksis bila sudah mendekati persalinan. c. Anti D Intra Vena Anti D intra vena sudah mulai digunakan untuk terapi ITP pada anak dan dewasa, dimana anak menunjukkan respon yang lebih baik daripada anak, dimana 70% menunjukkan respon positif. Dosis yang direkomendasikan adalah 25-200 mcg/kg/hari. Akan tetapi pemakaian Anti D intra vena pada kehamilan sampai sekarang belum ada data mengenai efektivitas dan keamanannya. Karena adanya kekhawatiran terjadinya hemolisis janin karena molekul IgG yang melewati sawar plasenta. d. Tranfusi trombosit Sebaiknya hanya dilakukan sebagai terapi dan bukan profilaksis. Karena adanya antibodi antiplatelet maternal menyebabkan destruksi trombosit yang ditranfusikan, sehingga terjadi penurunan trombosit dengan cepat. Tranfusi trombosit hanya direkomendasikan bila jumlah trombosit < 10.000/mL atau terjadi perdarahan maternal. Biasanya diberikan 6-10 unit trombosit bila akan dilakukan section cesaria pada wanita dengan jumlah trombosit < 50.000/mL untuk mencegah perdarahan intra atau post partum. e. Immunosupresan Obat-obatan lain yang juga sering digunakan dalam kasus ITP antara lain imunosupresan seperti siklofosfamid, vincristine, danazole, dan siklosporon. Akan tetapi tidak digunakan untuk kehamilan karena dianggap memiliki efek teratogenik. 2. Pembedahan6.7 Splenectomi merupakan terapi paling permanen untuk ITP. Akan tetapi biasanya tidak dilakukan sebelum diberikan terapi dengan kortikosteroid, atau setelah terapi kortikosteroid tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. Akan tetapi, dilakukannya splenektomi yang merupakan operasi besar selama kehamilan juga memiliki efek samping yang serius, terutama bagi janin, dan juga bagi ibu, misalnya perdarahan, memperberat anemia, aborsi, dan persalinan premature. Splenektomi selama kehamilan masih merupakan kontroversi. Sampai saat ini belum diperoleh data yang cukup mengenai terapi lain untuk ITP dalam kehamilan. Komplikasi Komplikasi akibat ITP sebagian besar merupakan akibat trombositopenia serta masuknya autoantibodi antitrombosit dari ibu yang dapat menembus sawar plasenta hingga beredar dalam sirkulasi janin, sehingga menyebabkan trombositopenia janin bahkan neonatus. 3.4.7.9.10 Komplikasi maternal Komplikasi ibu yang paling sering terjadi adalah perdarahan, baik perdarahan antepartum, perdarahan intra partum, maupun perdarahan post partum. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan metode persalinan tidak memiliki korelasi langsung dengan risiko perdarahan asal dilakukan dengan penanganan tepat. 3.7 Hitung trombosit > 50.000/mL masih aman untuk persalinan, bahkan beberapa ahli mengatakan sampai level 30-50.000/mL masih dapat melahirkan dengan normal tanpa komplikasi. Wanita dengan ITP yang mengalami perdarahan intra-partum memiliki jumlah trombosit < 30.000/mL. Penatalaksanaan ITP dalam kehamilan haruslah mengacu pada hal tersebut. 7.10
Tidak direkomendasikan untuk melakukan pengambilan sampling darah janin untuk mengetahui hitung trombosit janin. Akan tetapi bila data tersebut sudah tersedia, maka dianjurkan untuk melakukan sectio cesaria bila kadar trombosit janin < 20.000/mL. Riwayat melahirkan bayi dengan jumlah trombosit yang rendah (<50.000/mL) atau bayi yang mengalami perdarahan intracranial juga bias dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Beberapa tahun terakhir wanita dengan ITP lebih banyak yang menjalani sectio cesaria ( 77%), akan tetapi hendaknya pemilihan metode persalinan lebih dikarenakan indikasi obstetric dan bukan karena ITP maternal. 7.10
Komplikasi lain yang harus diperhatikan selama persalinan adalah TTP ( Trombotik Trombositopenik Purpura) juga merupakan hal yang patut diwaspadai dan dimonitor dengan baik, walaupun insidennya jarang, akan tetapi memerlukan terapi yang lebih agresif. Karena pada TTP terbentuk trombi yang dapat menyebabkan iskemi, selain juga menurunkan jumlah trombosit dalam sirkulasi. TTP memiliki tingkat mortalitas yang tinggi baik untuk ibu (44%) atau janin (80%). Sebagian besar TTP terjadi antepartum, dan hanya 11% yang terjadi post partum (11%).7.10
Komplikasi fetal dan neonatal
Risiko trombositopenia fetal pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita ITP sekitar 10%, dimana 1/3 nya mengalami komplikasi perdarahan. Hitung trombosit mungkin akan turun setelah persalinan, dan biasanya akan membaik dalam 2 minggu. Dapat terjadi perdarahan spontan post natal. 7
Insiden terjadinya trombositopenia neonatal (NAIT – Neonatal Alloimmune Thrombocytopenia ) berkisar 12%. Perdarahan intracranial neonatus jarang terjadi ( sekitar 1%), dan tidak bergantung dari metode persalinan. Persalinan per vaginam tidak terbukti menyebabkan perdarahan intracranial. Sectio cesaria sebaiknya hanya dilakukan atas indikasi obstetric. 7.10
Rendahnya jumlah trombosit neonatus selain karena factor intrauterine seringkali juga disebabkan IgG antitrombosit ibu yang berada pada air susu yang diminum oleh neonatus. Trombositopenia ini dapat menyebabkan perdarahan intracranial neonatus post partum. Sangatlah penting untuk memberitahu dokter anak yang merawat pasien dimana ibunya mengalami ITP tentang kemungkinan terjadinya trombositopenia. Akan tetapi pemberian ASI tetap boleh dilakukan hanya perlu dilakukan penatalaksanaan yang tepat dan monitor dengan baik. 4.7.10
Wanita dengan ITP memiliki risiko lebih besar untuk melahirkan neonatus yang mengalami trombositopenia. Dimana 10% diantara neonatus tersebut memiliki hitung trombosit <50.000/mL, dan 4% < 20.000/mL. Adanya antibodi antiplatelet dalam sirkulasi fetomaternal memungkinkan hal ini. IgG menembus sawar plasenta dan menempel pada epitop trombosit janin, sehingga dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial janin. Akan tetapi walaupun kejadian trombositopenia neonatus memang lebih banyak pada wanita ITP, belum ada korelasi yang jelas mengenai hal tersebut. 7.10
Dari beberapa penelitian terlihat bahwa 10 dari 11 bayi yang lahir dari ibu yang bukan penderita ITP juga memiliki antibodi antiplatelet dalam sirkulasinya, sehingga mengalami trombositopenia. Ibu dari bayi-bayi tersebut ternyata setelah dilakukan pemeriksaan post partum memiliki siklus hidup trombosit lebih pendek, sehingga didiagnosa dengan ITP ringan. 2.
Prognosis
Bila tanpa komplikasi yang berat, prognosis untuk ibu, janin dan persalinan baik, terutama bila trombositopenia yang terjadi ringan atau sedang. Sampai saat ini sejak 20 tahun yang lalu di Amerika belum pernah ditemui kematian maternal akibat ITP. Komplikasi yang dapat ditangani dengan baik juga dapat memberikan hasil yang memuaskan. Adanya komplikasi TTP akan memperburuk prognosis, akan tetapi kejadiannya sangat jarang dan dengan terapi adekuat menunjukkan hasil yang baik. 3.
PENUTUP
ITP ( Idiopatik Trombositopenia Purpura) merupakan kondisi yang sering ditemui pada wanita usia reproduksi, sehingga kejadiannya pada kehamilan juga cukup tinggi yaitu hingga 1-2 kasus dalam 1000 kehamilan. Kehamilan dan ITP saling mempengaruhi satu sama lain. ITP merupakan kondisi trombositopenia yang dapat diperberat dengan adanya kehamilan. Wanita yang sebelum hamil memiliki jumlah trombosit yang normal secara fisiologis mengalami penurunan jumlah trombosit selama kehamilannya (trombositopenia gestational). Akan tetapi penurunan jumlah trombosit hingga < 50.000/mL (beberapa ahli menyebutkan <70.000/mL) harus dimonitor dengan baik, karena kemungkinan merupakan kasus ITP, dan difollow up hingga post partum, selain untuk penanganan juga untuk memastikan diagnosis.
Sebaliknya pasien ITP yang hamil juga memiliki risiko lebih besar untuk mengalami perdarahan baik antenatal, intra partum maupun post partum. ITP juga dapat menyebabkan trombositopenia fetal dan neonatal dengan segala akibatnya, baik perdarahan maupun gangguan hemodinamik lain. Adanya trombositopenia fetal maupun neonatal ini diakibatkan antibodi antitrombosit ibu yang dapat melewati sawar darah plasenta dan air susu.
Setelah ditegakkan diagnosis ITP, Penatalaksanaan ITP dalam kehamilan memerlukan pengetahuan yang cukup mengenai penyakit, terapi dan efek sampingnya terhadap ibu dan janin, serta kondisi ibu dengan janin itu sendiri. Pengobatan medikamentosa dengan steroid masih merupakan pilihan pertama, dan dilakukan splenektomi bila memang terapi steroid tidak berhasil. Antenatal care yang teratur dan cermat sangat diperlukan untuk memonitor perkembangan ibu serta janin. Metode persalinan hendaknya dipilih berdasar indikasi obstetrik, mengingat tidak ada perbedaan komplikasi antara persalinan per vaginam dan perabdominam. Dengan penatalaksanaan yang baik dan adekuat diikuti monitor dan evaluasi berkala, maka akan memberikan hasil optimal baik bagi ibu maupun janin.
Source :
http://vitriwidyaningsih.wordpress.com/2012/02/02/itp-dalam-kehamilan/#comment-29
Idiopatik Trombositipenia Purpura ( ITP) adalah kelainan hematologis dimana ditemukan adanya penurunan jumlah trombosis di bawah normal ( trombositopenia), dengan disertai manifestasi klinis berupa perdarahan di kulit (purpura) dan kadang disertai manifestasi perdarahan lain (misal epistaksis) tanpa ditemukan sebab sistemik atau toksisitas yang jelas. ITP merupakan proses autoimun. 6
Epidemiologi
Di Amerika Serikat kasus ITP dalam kehamilan meliputi 1-2 kasus per 1000 kehamilan. ITP kadang terdiagnosa selama kehamilan, tetapi sebagian besar kasus telah terdiagnosa sebelum kehamilan, dimana wanita telah memiliki riwayat ITP. Di Finlandia prevalensi ITP dalam kehamilan juga mencapai 1.8 kasus dari 1000 kehamilan, sedangkan untuk prevalensi dunia sampai sekarang belum ada data yang adekuat. ITP meliputi 3% kasus trombositopenia pada wanita melahirkan. 1.7.9
ITP dapat terjadi pada semua ras, dan terutama menyerang wanita dengan ratio 3:1. ITP seringkali terdiagnosa pada usia reproduksi terutama decade 2-3 (usia remaja dan dewasa muda). 4.7
Risiko ITP pada kehamilan terutama adalah terjadinya perdarahan, terutama bila kadar trombosit < 20.000/mL. Akan tetapi di Amerika sampai sekarang belum dilaporkan adanya kasus kematian pada pasien ITP yang hamil selama 20 tahun terakhir, dengan morbiditas minimal bila diberikan terapi yang adekuat selama kehamilan dan persalinan. Adapun risiko terjadinya trombositopenia neonatal juga jarang terjadi kecuali pada kasus dengan splenektomi. 7.1 Patofisiologi Trombositopenia pada ITP merupakan proses autoimun dimana terjadi perusakan trombosit yang dimediasi oleh autoantibodi antitrombosit yang terikat pada antigen permukaan sel. Trombosit yang telah memiliki kompleks antigen antibodi ini kemudian akan dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial. Autoantibodi antitrombosit tersebut dapat melewati sawar darah plasenta, sehingga dapat mempengaruhi ibu dan janinnya. 1.7 Diagnosis Idiopatik Trombositopenia Purpura adalah diagnosis eksklusi, yaitu diagnosis setelah diagnosis diferensial lain telah tersingkirkan. Idiopatik trombositopenia purpura sendiri ditegakkan bila ditemukan antara lain adanya purpura pada kulit, uji tourniquete positif, jumlah trombosit kurang dari 100.000/mL, adanya perpanjangan masa perdarahan, waktu pembekuan, serta gangguan koagulasi lainnya, dengan jumlah megakariosit dalam sumsum tulang lebih banyak, dengan tanpa ditemukan adanya kelainan sistemik maupun toksisitas obat atau racun, dan tidak ditemukan pula splenomegali. Lebih dari 80% kasus ITP berhubungan dengan antibodi antiplatelet, tetapi adanya antibodi antiplatelet ini bukan merupakan kriteria diagnosis untuk ITP. 7.11 ITP juga bisa terlihat dan terdiagnosa pada saat kehamilan. Karena sangat sulit membedakan diagnosis antara ITP dan trombositopenia gestational Bahkan dengan pemeriksaan antibodi antitrombosit, kecuali bila terdapat penurunan trombosit yang drastik tanpa ditemukan penyebab lain untuk trombositopenia. pun tidak. ITP ringan sampai sedang merupakan kondisi yang sering ditemui pada akhir kehamilan, tanpa ditemui manifestasi klinis yang berarti. Akan tetapi untuk mendiagnosis ITP hendaknya dilakukan pemeriksaan dan evaluasi ulang post partum. 7.8.11 Klasifikasi Berdasar derajat trombositopenia, Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP) dapat dibagi menjadi 7..10 : 1. Ringan bila kadar trombosit dalam darah > 50.000/mL, dan berhubungan dengan risiko perdarahan bila terjadi trauma.
2. Sedang adalah trombositopenia dengan kadar 10-50.000/mL, dapat menyebabkan perdarahan spontan, tetapi biasanya tidak serius dan tidak begitu banyak.
3. Berat bila kadar trombosit < 10.000/mL Perdarahan massif spontan dapat terjadi. Penatalaksanaan Penatalaksanaan ITP harus dilakukan menyeluruh dengan melibatkan wanita hamil dan keluarga. Terapi dapat berupa terapi medikamentosa dan terapi pembedahan. Terapi medikamentoda merupakan terapi jangka panjang dengan efek samping yang harus dimonitor dengan baik terutama pada kehamilan sehingga tidak terjadi efek yang merugikan ibu maupun janinnya. Antenatal Care yang baik dan teratur, dengan pemeriksaan darah rutin, disertai kepatuhan ibu serta ketelitian dokter dan tenaga kesehatan akan memberikan hasil terapi yang optimal. 3. Medikamentosa Terapi medikamentosa terutama ditujukan untuk menekan proses imunologis yang terjadi ndalam tubuh serta mengatasi/mengkoreksi jumlah trombosit bila terjadi perdarahan atau defisiensi hebat. 3.6.7. a. Kortikosteroid Terapi utama ITP adalah kortikosteroid, immunoglobulin intravena (IVIG), dan splenectomy. Masib terdapat kontroversi mengenai efek kortikosteroid terutama terhadap terjadinya malformasi kongenital. Akan tetapi steroid memiliki efek samping yang cukup membahayakan antara lain hiperglikemia, hipertensi, dan osteoporosis. Tetapi sampai saat ini pemberian prednisolon dengan dosis 1mg/kg/hari masih merupakan obat lini pertama untuk ITP yang direkomendasikan, akan tetapi dalam penggunaan jangka pendek. Penggunaan ini dapat ditappering off setelah terjadi respon positif. Dosis steroid tinggi dapat diberikan lagi pada minggu-minggu akhir mendekati persalinan. Kortikosteroid lain yang digunakan adalah dexamethasone 40mg/hari selama 4 bulan. b. Immunoglobulin Alternatif lain adalah pemderian IVIG dengan dosis 0.4 g/kg/hari selamalimahari. Terapi ini akan menyebabkan remisi pada sekitar 75% pasien, dan dapat berlangsung selama tiga sampai empat minggu. Imunoglobulin tersebut dapat menembus sawar plasenta akan berefek yang sama dalam darah janin, yaitu dengan memblokade reseptor Fc dalam sistem makrofag monosit. Karena kadang ditemui reaksi alergi, maka sebaiknya penggunaan IVIG hanya diberikan pada kasus yang serius, misalnya bila sudah terjadi perdarahan, dan tidak diberikan sebagai profilaksis bila sudah mendekati persalinan. c. Anti D Intra Vena Anti D intra vena sudah mulai digunakan untuk terapi ITP pada anak dan dewasa, dimana anak menunjukkan respon yang lebih baik daripada anak, dimana 70% menunjukkan respon positif. Dosis yang direkomendasikan adalah 25-200 mcg/kg/hari. Akan tetapi pemakaian Anti D intra vena pada kehamilan sampai sekarang belum ada data mengenai efektivitas dan keamanannya. Karena adanya kekhawatiran terjadinya hemolisis janin karena molekul IgG yang melewati sawar plasenta. d. Tranfusi trombosit Sebaiknya hanya dilakukan sebagai terapi dan bukan profilaksis. Karena adanya antibodi antiplatelet maternal menyebabkan destruksi trombosit yang ditranfusikan, sehingga terjadi penurunan trombosit dengan cepat. Tranfusi trombosit hanya direkomendasikan bila jumlah trombosit < 10.000/mL atau terjadi perdarahan maternal. Biasanya diberikan 6-10 unit trombosit bila akan dilakukan section cesaria pada wanita dengan jumlah trombosit < 50.000/mL untuk mencegah perdarahan intra atau post partum. e. Immunosupresan Obat-obatan lain yang juga sering digunakan dalam kasus ITP antara lain imunosupresan seperti siklofosfamid, vincristine, danazole, dan siklosporon. Akan tetapi tidak digunakan untuk kehamilan karena dianggap memiliki efek teratogenik. 2. Pembedahan6.7 Splenectomi merupakan terapi paling permanen untuk ITP. Akan tetapi biasanya tidak dilakukan sebelum diberikan terapi dengan kortikosteroid, atau setelah terapi kortikosteroid tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. Akan tetapi, dilakukannya splenektomi yang merupakan operasi besar selama kehamilan juga memiliki efek samping yang serius, terutama bagi janin, dan juga bagi ibu, misalnya perdarahan, memperberat anemia, aborsi, dan persalinan premature. Splenektomi selama kehamilan masih merupakan kontroversi. Sampai saat ini belum diperoleh data yang cukup mengenai terapi lain untuk ITP dalam kehamilan. Komplikasi Komplikasi akibat ITP sebagian besar merupakan akibat trombositopenia serta masuknya autoantibodi antitrombosit dari ibu yang dapat menembus sawar plasenta hingga beredar dalam sirkulasi janin, sehingga menyebabkan trombositopenia janin bahkan neonatus. 3.4.7.9.10 Komplikasi maternal Komplikasi ibu yang paling sering terjadi adalah perdarahan, baik perdarahan antepartum, perdarahan intra partum, maupun perdarahan post partum. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan metode persalinan tidak memiliki korelasi langsung dengan risiko perdarahan asal dilakukan dengan penanganan tepat. 3.7 Hitung trombosit > 50.000/mL masih aman untuk persalinan, bahkan beberapa ahli mengatakan sampai level 30-50.000/mL masih dapat melahirkan dengan normal tanpa komplikasi. Wanita dengan ITP yang mengalami perdarahan intra-partum memiliki jumlah trombosit < 30.000/mL. Penatalaksanaan ITP dalam kehamilan haruslah mengacu pada hal tersebut. 7.10
Tidak direkomendasikan untuk melakukan pengambilan sampling darah janin untuk mengetahui hitung trombosit janin. Akan tetapi bila data tersebut sudah tersedia, maka dianjurkan untuk melakukan sectio cesaria bila kadar trombosit janin < 20.000/mL. Riwayat melahirkan bayi dengan jumlah trombosit yang rendah (<50.000/mL) atau bayi yang mengalami perdarahan intracranial juga bias dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Beberapa tahun terakhir wanita dengan ITP lebih banyak yang menjalani sectio cesaria ( 77%), akan tetapi hendaknya pemilihan metode persalinan lebih dikarenakan indikasi obstetric dan bukan karena ITP maternal. 7.10
Komplikasi lain yang harus diperhatikan selama persalinan adalah TTP ( Trombotik Trombositopenik Purpura) juga merupakan hal yang patut diwaspadai dan dimonitor dengan baik, walaupun insidennya jarang, akan tetapi memerlukan terapi yang lebih agresif. Karena pada TTP terbentuk trombi yang dapat menyebabkan iskemi, selain juga menurunkan jumlah trombosit dalam sirkulasi. TTP memiliki tingkat mortalitas yang tinggi baik untuk ibu (44%) atau janin (80%). Sebagian besar TTP terjadi antepartum, dan hanya 11% yang terjadi post partum (11%).7.10
Komplikasi fetal dan neonatal
Risiko trombositopenia fetal pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita ITP sekitar 10%, dimana 1/3 nya mengalami komplikasi perdarahan. Hitung trombosit mungkin akan turun setelah persalinan, dan biasanya akan membaik dalam 2 minggu. Dapat terjadi perdarahan spontan post natal. 7
Insiden terjadinya trombositopenia neonatal (NAIT – Neonatal Alloimmune Thrombocytopenia ) berkisar 12%. Perdarahan intracranial neonatus jarang terjadi ( sekitar 1%), dan tidak bergantung dari metode persalinan. Persalinan per vaginam tidak terbukti menyebabkan perdarahan intracranial. Sectio cesaria sebaiknya hanya dilakukan atas indikasi obstetric. 7.10
Rendahnya jumlah trombosit neonatus selain karena factor intrauterine seringkali juga disebabkan IgG antitrombosit ibu yang berada pada air susu yang diminum oleh neonatus. Trombositopenia ini dapat menyebabkan perdarahan intracranial neonatus post partum. Sangatlah penting untuk memberitahu dokter anak yang merawat pasien dimana ibunya mengalami ITP tentang kemungkinan terjadinya trombositopenia. Akan tetapi pemberian ASI tetap boleh dilakukan hanya perlu dilakukan penatalaksanaan yang tepat dan monitor dengan baik. 4.7.10
Wanita dengan ITP memiliki risiko lebih besar untuk melahirkan neonatus yang mengalami trombositopenia. Dimana 10% diantara neonatus tersebut memiliki hitung trombosit <50.000/mL, dan 4% < 20.000/mL. Adanya antibodi antiplatelet dalam sirkulasi fetomaternal memungkinkan hal ini. IgG menembus sawar plasenta dan menempel pada epitop trombosit janin, sehingga dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial janin. Akan tetapi walaupun kejadian trombositopenia neonatus memang lebih banyak pada wanita ITP, belum ada korelasi yang jelas mengenai hal tersebut. 7.10
Dari beberapa penelitian terlihat bahwa 10 dari 11 bayi yang lahir dari ibu yang bukan penderita ITP juga memiliki antibodi antiplatelet dalam sirkulasinya, sehingga mengalami trombositopenia. Ibu dari bayi-bayi tersebut ternyata setelah dilakukan pemeriksaan post partum memiliki siklus hidup trombosit lebih pendek, sehingga didiagnosa dengan ITP ringan. 2.
Prognosis
Bila tanpa komplikasi yang berat, prognosis untuk ibu, janin dan persalinan baik, terutama bila trombositopenia yang terjadi ringan atau sedang. Sampai saat ini sejak 20 tahun yang lalu di Amerika belum pernah ditemui kematian maternal akibat ITP. Komplikasi yang dapat ditangani dengan baik juga dapat memberikan hasil yang memuaskan. Adanya komplikasi TTP akan memperburuk prognosis, akan tetapi kejadiannya sangat jarang dan dengan terapi adekuat menunjukkan hasil yang baik. 3.
PENUTUP
ITP ( Idiopatik Trombositopenia Purpura) merupakan kondisi yang sering ditemui pada wanita usia reproduksi, sehingga kejadiannya pada kehamilan juga cukup tinggi yaitu hingga 1-2 kasus dalam 1000 kehamilan. Kehamilan dan ITP saling mempengaruhi satu sama lain. ITP merupakan kondisi trombositopenia yang dapat diperberat dengan adanya kehamilan. Wanita yang sebelum hamil memiliki jumlah trombosit yang normal secara fisiologis mengalami penurunan jumlah trombosit selama kehamilannya (trombositopenia gestational). Akan tetapi penurunan jumlah trombosit hingga < 50.000/mL (beberapa ahli menyebutkan <70.000/mL) harus dimonitor dengan baik, karena kemungkinan merupakan kasus ITP, dan difollow up hingga post partum, selain untuk penanganan juga untuk memastikan diagnosis.
Sebaliknya pasien ITP yang hamil juga memiliki risiko lebih besar untuk mengalami perdarahan baik antenatal, intra partum maupun post partum. ITP juga dapat menyebabkan trombositopenia fetal dan neonatal dengan segala akibatnya, baik perdarahan maupun gangguan hemodinamik lain. Adanya trombositopenia fetal maupun neonatal ini diakibatkan antibodi antitrombosit ibu yang dapat melewati sawar darah plasenta dan air susu.
Setelah ditegakkan diagnosis ITP, Penatalaksanaan ITP dalam kehamilan memerlukan pengetahuan yang cukup mengenai penyakit, terapi dan efek sampingnya terhadap ibu dan janin, serta kondisi ibu dengan janin itu sendiri. Pengobatan medikamentosa dengan steroid masih merupakan pilihan pertama, dan dilakukan splenektomi bila memang terapi steroid tidak berhasil. Antenatal care yang teratur dan cermat sangat diperlukan untuk memonitor perkembangan ibu serta janin. Metode persalinan hendaknya dipilih berdasar indikasi obstetrik, mengingat tidak ada perbedaan komplikasi antara persalinan per vaginam dan perabdominam. Dengan penatalaksanaan yang baik dan adekuat diikuti monitor dan evaluasi berkala, maka akan memberikan hasil optimal baik bagi ibu maupun janin.
Source :
http://vitriwidyaningsih.wordpress.com/2012/02/02/itp-dalam-kehamilan/#comment-29
Senin, 05 Maret 2012
Managing time and life (from Harold L Taylor)
1. Avoid commettees. They tend to substitute talking for doing
2. Love people and use things, Don't ove things or you may end up using people
3. Take frequent breaks; the worker is always more important than the work
4. The pen may be mightier than the sword; but voice-activated software is faster
5. Doing something difficult today will make tomorow's burdens lighter
On time management lessons learned from experience :
1. It is more important to live time than to save time
2. Live is not measured in hours, minutes and second, but activities, events and happenings.
3. Don't be so obsessed with saving time that you overlook the reason for saving it.
4. If you are not careful, endlessly crossing off an item on a"to do" list can become the goal rather than the means.
5. Don't major in minor. lumps in your gravy are not the same as lumps in your breast.
2. Love people and use things, Don't ove things or you may end up using people
3. Take frequent breaks; the worker is always more important than the work
4. The pen may be mightier than the sword; but voice-activated software is faster
5. Doing something difficult today will make tomorow's burdens lighter
On time management lessons learned from experience :
1. It is more important to live time than to save time
2. Live is not measured in hours, minutes and second, but activities, events and happenings.
3. Don't be so obsessed with saving time that you overlook the reason for saving it.
4. If you are not careful, endlessly crossing off an item on a"to do" list can become the goal rather than the means.
5. Don't major in minor. lumps in your gravy are not the same as lumps in your breast.
SWORDS - Time management by Harold L Taylor
1. S for specific. Be as detailed as possible when describing what you want to accomplish.
2. W for written. Putting goals in writing tells your brain you are serious about your commitments.
3. O is for order. List your goals in order of importance and work on them accordingly.
4. R is for realistic. Consider the time, money and resources needed. Setting sights to high gives an excuse to quit.
5. D is for deadline. Deadlines add urgency and tell how much time must be scheduled each week.
6. S is for schedule. Achievement doesn't happen by chance. Schedule time to actually work on your goals.
2. W for written. Putting goals in writing tells your brain you are serious about your commitments.
3. O is for order. List your goals in order of importance and work on them accordingly.
4. R is for realistic. Consider the time, money and resources needed. Setting sights to high gives an excuse to quit.
5. D is for deadline. Deadlines add urgency and tell how much time must be scheduled each week.
6. S is for schedule. Achievement doesn't happen by chance. Schedule time to actually work on your goals.
Langganan:
Postingan (Atom)