Bahasan yang menarik,,, kapan perusahaan di Indonesia menerapkan sistem kerja seperti dibawah ini yah...
(Vibiznews – Strategic) – Aktivitas yang kerap kali dilakukan korporat adalah melaksanakan berbagai Corporate Social Responsibility (CSR) demi tanggung jawab sosial terhadap masyarakat maupun lingkungan. Salah satu bentuk CSR yang dilakukan terhadap lingkungan adalah melawan perubahan iklim. Telecommuting adalah salah satu alternatif yang baik dalam melakukannya.
Telecommuting merupakan gaya kerja fleksibel, dimana karyawan tidak perlu datang ke kantor dan bisa bekerja dengan rumah. Telecommuting lebih berfokus pada hasil kerja, dan tidak mengharuskan kehadiran seseorang di kantor. Sementara itu, mengapa disebut telecommuting, yakni karena telekomunikasi antara atasan atau supervisor dengan Anda dan pekerjaan Anda tetap berjalan dengan teknologi yang kini sudah makin berkembang, misalnya melalui email, instant message hingga video conference.
Studi terbaru yang dirilis oleh Sun Microsystems pada tahun 2008 menunjukkan bahwa hal yang menjadi perusak iklim adalah perjalanan sehari-hari karyawan dari rumah menuju kantor. Studi tersebut menemukan bahwa sekitar 98% emisi karbon yang dihasilkan oleh karyawan bahkan berasal sejak sebelum mereka tiba di kantor. Tentu yang dimaksud adalah emisi karbon dari penggunaan kendaraan selama di perjalanan.
Selain emisi karbon dari kendaraan, penggunaan fasilitas kantor lainnya juga mengkonsumsi energi, antara lain lampu, komputer, Air Conditioner, dan lainnya. Meskipun energi yang dihabiskan untuk menyalakan perlengkapan/peralatan di kantor hanya mengambil proporsi sebanyak 1.7% dari emisi karbon karyawan, namun jika dalam panjang bisa dikurangi, maka dampaknya bisa jadi signifikan.
Sun Microsystems merupakan salah satu pengadopsi sistem telecommuting, seperti halnya IBM. Sekitar 56% karyawan Sun dilaporkan bekerja dari rumah untuk satu atau dua hari per minggu. Dengan melakukannya, maka Sun menyatakan bahwa mereka bisa memangkas emisi CO2 sebanyak 29 ribu metrik ton pada tahun 2007 lalu. Kemudian pada tahun tersebut mereka juga berhasil menghemat biaya properti sebesar $68 juta. Semakin banyak karyawan yang melakukan telecommuting, maka tentunya semakin sedikit ruangan yang dibutuhkan, dan semakin kecil pula biaya energi yang perlu dikeluarkan.
Namun perlu diperhatikan, bahwa tanpa karyawan telecommuting dengan jumlah signifikan, maka tentunya konsumsi energi dan penghematan ruangan tidak akan berdampak banyak. Oleh karena itu, perusahaan harus menjadikan telecommuting sebagai aktivitas reguler dan melibatkan sebagian besar karyawan.
Telcommuting juga menguntungkan bagi karyawan yang melakukannya, karena artinya mereka juga bisa menghemat, terutama dalam hal konsumsi energi, biaya parkir, dan utamanya menghemat waktu, apalagi jika diterapkan di Jakarta yang punya tingkat kemacetan luar biasa dan sungguh membunuh produktivitas. Jika bekerja di rumah, bukan tidak mungkin karyawan bisa menjadi lebih produktif. Telecommuting juga memungkinkan mereka untuk bekerja lebih fleksibel, sehingga tercipta work and life balance, dimana terjadi keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi.
Sayangnya, di Indonesia tren telecommuting ini masih kurang digunakan. Padahal, jika dimanfaatkan dapat menghemat energi dalam jumlah besar, dan lebih lagi, ramah terhadap lingkungan. Maka, apa yang menjadikan perusahaan enggan untuk menerapkan telecommuting?
Mungkin perusahaan tidak siap untuk kehilangan kontrol terhadap anak buahnya. Artinya, mereka belum siap mengelola karyawan dengan sistem telecommuting. Telecommuting jelas membutuhkan skill yang tersendiri dari pemimpin, karena ini tidak semudah seperti yang dibayangkan. Bayangkan saja, pemimpin harus bisa mengelola masing-masing anak buahnya yang berkomunikasi dengan mereka hanya melalui telepon atau internet. Tidak sembarangan orang yang bisa menerapkannya dengan baik.
Memang tidak semua jenis bisnis bisa menerapkan telecommuting, manufaktur, misalnya, dimana pekerja jelas harus hadir ke kantor untuk mengerjakan produksi. Namun, bagi bisnis lain, telecommuting jelas merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan. Selain menghemat konsumsi energi bagi perusahaan dan karyawan, telecommuting juga berkontribusi besar dalam mengurangi dampak terhadap lingkungan.
Jenis telecommuting yang dikenal sekarang ini adalah:
-Work at home, seperti namanya juga para employees bekerja dirumah mereka masing-masing, para employees bebas untuk memilih work place mereka dan jenis ini yang paling populer dari telecommuting.
-Lalu dikenal juga satellite office. Sebenarnya jenis ini hampir sama dengan jika employees bekerja di common-office hanya saja satellite office ini dimaksudkan sebagai central bagi para employees untuk mengurangi waktu dan biaya mereka jika mereka harus commute ke main office.
-Dan dikenal pula Neighborhood Work Center dimana employees dari perusahaan-perusahaan yang berbeda bekerja disatu lokasi kantor yang sama.
(Vibiznews – Strategic) – Aktivitas yang kerap kali dilakukan korporat adalah melaksanakan berbagai Corporate Social Responsibility (CSR) demi tanggung jawab sosial terhadap masyarakat maupun lingkungan. Salah satu bentuk CSR yang dilakukan terhadap lingkungan adalah melawan perubahan iklim. Telecommuting adalah salah satu alternatif yang baik dalam melakukannya.
Telecommuting merupakan gaya kerja fleksibel, dimana karyawan tidak perlu datang ke kantor dan bisa bekerja dengan rumah. Telecommuting lebih berfokus pada hasil kerja, dan tidak mengharuskan kehadiran seseorang di kantor. Sementara itu, mengapa disebut telecommuting, yakni karena telekomunikasi antara atasan atau supervisor dengan Anda dan pekerjaan Anda tetap berjalan dengan teknologi yang kini sudah makin berkembang, misalnya melalui email, instant message hingga video conference.
Studi terbaru yang dirilis oleh Sun Microsystems pada tahun 2008 menunjukkan bahwa hal yang menjadi perusak iklim adalah perjalanan sehari-hari karyawan dari rumah menuju kantor. Studi tersebut menemukan bahwa sekitar 98% emisi karbon yang dihasilkan oleh karyawan bahkan berasal sejak sebelum mereka tiba di kantor. Tentu yang dimaksud adalah emisi karbon dari penggunaan kendaraan selama di perjalanan.
Selain emisi karbon dari kendaraan, penggunaan fasilitas kantor lainnya juga mengkonsumsi energi, antara lain lampu, komputer, Air Conditioner, dan lainnya. Meskipun energi yang dihabiskan untuk menyalakan perlengkapan/peralatan di kantor hanya mengambil proporsi sebanyak 1.7% dari emisi karbon karyawan, namun jika dalam panjang bisa dikurangi, maka dampaknya bisa jadi signifikan.
Sun Microsystems merupakan salah satu pengadopsi sistem telecommuting, seperti halnya IBM. Sekitar 56% karyawan Sun dilaporkan bekerja dari rumah untuk satu atau dua hari per minggu. Dengan melakukannya, maka Sun menyatakan bahwa mereka bisa memangkas emisi CO2 sebanyak 29 ribu metrik ton pada tahun 2007 lalu. Kemudian pada tahun tersebut mereka juga berhasil menghemat biaya properti sebesar $68 juta. Semakin banyak karyawan yang melakukan telecommuting, maka tentunya semakin sedikit ruangan yang dibutuhkan, dan semakin kecil pula biaya energi yang perlu dikeluarkan.
Namun perlu diperhatikan, bahwa tanpa karyawan telecommuting dengan jumlah signifikan, maka tentunya konsumsi energi dan penghematan ruangan tidak akan berdampak banyak. Oleh karena itu, perusahaan harus menjadikan telecommuting sebagai aktivitas reguler dan melibatkan sebagian besar karyawan.
Telcommuting juga menguntungkan bagi karyawan yang melakukannya, karena artinya mereka juga bisa menghemat, terutama dalam hal konsumsi energi, biaya parkir, dan utamanya menghemat waktu, apalagi jika diterapkan di Jakarta yang punya tingkat kemacetan luar biasa dan sungguh membunuh produktivitas. Jika bekerja di rumah, bukan tidak mungkin karyawan bisa menjadi lebih produktif. Telecommuting juga memungkinkan mereka untuk bekerja lebih fleksibel, sehingga tercipta work and life balance, dimana terjadi keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi.
Sayangnya, di Indonesia tren telecommuting ini masih kurang digunakan. Padahal, jika dimanfaatkan dapat menghemat energi dalam jumlah besar, dan lebih lagi, ramah terhadap lingkungan. Maka, apa yang menjadikan perusahaan enggan untuk menerapkan telecommuting?
Mungkin perusahaan tidak siap untuk kehilangan kontrol terhadap anak buahnya. Artinya, mereka belum siap mengelola karyawan dengan sistem telecommuting. Telecommuting jelas membutuhkan skill yang tersendiri dari pemimpin, karena ini tidak semudah seperti yang dibayangkan. Bayangkan saja, pemimpin harus bisa mengelola masing-masing anak buahnya yang berkomunikasi dengan mereka hanya melalui telepon atau internet. Tidak sembarangan orang yang bisa menerapkannya dengan baik.
Memang tidak semua jenis bisnis bisa menerapkan telecommuting, manufaktur, misalnya, dimana pekerja jelas harus hadir ke kantor untuk mengerjakan produksi. Namun, bagi bisnis lain, telecommuting jelas merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan. Selain menghemat konsumsi energi bagi perusahaan dan karyawan, telecommuting juga berkontribusi besar dalam mengurangi dampak terhadap lingkungan.
Jenis telecommuting yang dikenal sekarang ini adalah:
-Work at home, seperti namanya juga para employees bekerja dirumah mereka masing-masing, para employees bebas untuk memilih work place mereka dan jenis ini yang paling populer dari telecommuting.
-Lalu dikenal juga satellite office. Sebenarnya jenis ini hampir sama dengan jika employees bekerja di common-office hanya saja satellite office ini dimaksudkan sebagai central bagi para employees untuk mengurangi waktu dan biaya mereka jika mereka harus commute ke main office.
-Dan dikenal pula Neighborhood Work Center dimana employees dari perusahaan-perusahaan yang berbeda bekerja disatu lokasi kantor yang sama.